Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Sembunyikan Surat dari Mahkamah Agung, Sekjen DPD Dianggap Main Politik

Sembunyikan Surat dari Mahkamah Agung, Sekjen DPD Dianggap Main Politik Kredit Foto: Ferry Hidayat
Warta Ekonomi, Jakarta -

DPD RI?menyelenggarakan rapat paripurna di Gedung Nusantara V, Komplek Parlemen, Selasa (20/12). Rapat yang dipimpin oleh Ketua DPD RI Muhammad Saleh itu membahas tentang beberapa agenda. Diantaranya membahas laporan Pelaksanaan Tugas alat kelengkapan, pengesahan keputusan-keputusan DPD RI, dan pidato penutupan pada akhir Myasa sidang II Tahun Sidang 2016-2017.

Rapat paripurna itu diwarnai oleh sejumlah interupsi, salah satu diantaranya adalah dari Anggota DPD RI dari Sulawesi Utara, Benny Rhamdani. Dia mempertanyakan tentang surat yang disampaikan Mahkamah Agung (MA) untuk memjawab permintaan pimpinan DPD terkait permintaan saran dan pertimbangan tentang pergantian pimpinan DPD.

"Ini upaya sengaja menyembunyikan dokumen penting dari lembaga tinggi negara MA, yang surat MA itu menjawab surat pimpimpinan DPD terkait permintaan saran dan pertimbangan apa yang selama ini jadi dinamika politik di DPD yang terkait dengan pimpinan DPD," kata Benny di Paripurna, Kompleks Parlemen, Selasa (20/12/2016).

Dia curiga jika pimpinan DPD menyembunyikan surat dari MA, padahal menurutnya MA sudah mengirimkan jawaban sejak bulan April 2016 lalu, DPD pun sudah membentuk Pansus terkait itu. MA, lanjutnya, juga berpandangan jika di pembahasan di legislatif review alami deadlock maka tahap berikutnya adalah judicial review.

"Tapi yang penting dari surat itu, MA berpandangan bahwa masalah tatib dilaksanakan melalui legislatif review. Jadi proses perubahan tatib dilaksanakan melalui internal DPD," tandasnya.

"Kita tidak pernah terjadi deadlock karena tatib perubahannya dari no 1 tahun 2014 ke nomor 1 tahun 2016 melalui proses yang pnjang. Dibentuk Pansus melalui SK pimpinan DPD, lalu ditunjuk tiga pimp pansus shngga legal dng kerja enam bulan ditambah tiga bulan. Lalu 15 jan 2016 mereka ambil keputusan dalam paripurna luar biasa terkait masa jabatan pimpimpinan DPD bahkan melalui voting. Saat itu dipimpimpin pimpinan DPD lengkap. Artinya tidak ada jalan buntu karena udah demokratis," tegasnya.

MA sesungguhnya, lanjut Benny, telah mendapatkan masukan yang salah. Seolah-olah di DPD telah terjadi jalan buntu legislatif review, padahal kenyataannya tidaklah demikian. Masukan yang salah itulah menurutnya yang menyebabkan MA mentafsirkan bahwa DPD berjalan dengan 2 Tatib. Yakni Tatib tahun 2014 dan 2016. Padahal sejauh ini menurutnya DPD hanya menggunakan Tatib nomor 1 tahun 2016 yang juga ditandatangani oleh pimpinan.

Bahkan, tambahnya, ketika acara pelantikan Muhammad Saleh sebagai Ketua DPD RI waktu itu, saat Ketua MA Hatta Ali saat itu juga sudah membacakan dan memandu janji Saleh untuk jabatan 2016-2017. Yang mana masa jabatan Ketua DPD hanya sampai 2,5 tahun yang berakhir pada April 2017 nanti.

"Artinya lembaga ini udah berjalan dengan Tatib baru. Tapi surat MA disembunyikan, kalau enggak mau dikasihkan ke anggota maka lebih baik dikasih ke Pansus yang sedang revisi yang dianggap perlu. Itu kan perintah paripurna," ketusnya.

Akibat disembunyikannya surat dari MA tersebut, Benny mengungkapkan bahwa saat ini setidaknya ada 10 Anggota DPD yang melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi.

"Kalau 10 Anggota DPD itu tahu ada surat MA maka mereka enggak akan Judicial Riview," imbuhnya.

Benny menduga disembunyikannya surat MA tersebut tidak lepas dari pertarungan Tatib terkait pasal masa jabatan pimpinan ketika itu. Mereka yang kalah dalam paripurna merasa belum puas dan tidak legowo. Namun yang paling dia sayangkan adalah pihak Sekjen DPD RI yang menurutnya terseret dalam politik praktis di Anggota DPD.

"Sekjen kan seharusnya jadi Aparatur Sipil Negara (ASN), tidak boleh terjerumus dalam politik praktis," sesalnya.

Oleh karena itu, pihaknya bersama 30 Anggota DPD RI lainnya berencana melaporkan Sekjen DPD RI ke pihak berwajib seperti komite ASN dan Mabes Polri. Kalaupun Sekjen menyebut bahwa perbuatan itu atas dasar perintah pimpinan, maka pihaknya akan melaporkannya ke Badan Kehormatan DPD dan Komite ASN

"Iya (laporkan ke) Badan Kehormatan (BK), kan berkaitan dengan Anggota DPD mereka bukan anggota tapi Sekjen kecuali Sekjen sebut ini atas perintah pimpimpinan maka laporkan ke BK dan ASN," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: