Produksi beras di Kabupaten Lebak, Banten surplus hingga delapan bulan ke depan yaitu Agustus 2017 dari hasil panen padi sepanjang tahun 2016.
"Produksi panen tahun ini sekitar 625.000 ton gabah kering pungut (GKP) dan jika dikonversikan menjadi 228.600 ton setara beras," kata Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Lebak Dede Supriatna di Lebak, Minggu.
Selama ini, produksi beras meningkat dibandingkan tahun 2015 lalu mencapai 270.000 ton.
Peningkatan produksi beras karena intervensi pemerintah cukup besar mengalokasikan dana program kedaulatan pangan.
Pemerintah Kabupaten Lebak tahun 2016 mengalokasikan dana kedaulatan pangan Rp10,3 miliar melalui APBD setempat.
Selain itu juga bantuan dari Kementerian Pertanian maupun Provinsi Banten.
Program kedaulatan pangan itu antara pengadaan alat-alat pertanian (alsintan), seperti traktor, pompa, pengering padi dan penggilingan beras.
Selain itu juga sarana produksi (sapras) diantaranya pembangunan jaringan irigasi, penangkaran benih unggul bersertifikat, penyaluran pupuk bersubsidi dan pestisida.
Begitu juga peningkatan sumber daya petani melalui penerapan rekayasa teknologi pertanian dengan penggunaan pupuk berimbang organik dan non-organik, penanganan hama terpadu, jajar legowo dan gerakan percepatan tanam.
"Semua pengadaan alsintan dan sapras disalurkan bantuan kepada kelompok-kelompok tani yang tersebar di 345 desa/kelurahan," katanya menjelaskan.
Menurut Dede, produksi beras sebanyak 228.600 ton itu jika dikalkulasikan dengan jumlah penduduk Lebak sekitar 1,2 juta dan kebutuhan konsumsi beras mencapai 136.000 ton.
Saat ini, kebutuhan beras per kapita sebanyak 140 Kg, sehingga produksi beras surplus dan memenuhi delapan bulan ke depan.
"Kami berharap produksi beras tahun 2017 dapat ditingkatkan lagi sehingga dapat memberikan sumbangan pangan nasional," katanya.
Dede mengatakan, saat ini produksi beras juga menjadikan andalan pendapatan ekonomi petani.
Bahkan, kelompok tani Kabupaten Lebak memproduksi beras unggulan berlabel "beras Ciberang" guna menciptakan jiwa kewirusahaan.
Dimana petani jika musim panen raya dijual ke penampung atau tengkulak, namun kini memproduksi beras unggulan khas beras Ciberang.
Saat ini, produksi beras Ciberang sangat menguntungkan pendapatan petani dibanidngkan menjual gabah.
Produksi beras Ciberang itu tidak kalah dengan beras berlabel Cimanuk Pandeglang, Rojolele, dari Klaten, Boboko Subang maupun beras Pandanwangi Cianjur.
Kelebihan beras Ciberang memiliki rasa pulen, beraroma, kandungan zat karbohidratnya cukup tinggi juga tahan lama.
Selain itu juga harga dipasaran juga bersaing dengan produksi beras super dari daerah lain.
"Kami terus mendorong jika musim panen petani lebih baik memilih menjual beras karena memiliki nilai tambah bagi pendapatan petani," kata Dede.
Ketua Kelompok Tani Suka Bungah Desa Tambakbaya Kecamatan Cibadak, Kabupaten Lebak, Ruhyana (50) mengatakan petani di sini setiap musim panen tidak menjual gabah ke tengkulak karena bisa merugikan.
Biasanya, para tengkulak jika panen raya mereka memainkan harga gabah sehingga pendapatan petani terpuruk.
Saat ini, mereka petani di sini lebih memilih menjual dalam bentuk beras karena pendapatan petani bisa mencapai Rp25 juta per hektare jika harga beras Rp7.300 per kilogram.
Pendapatan sebesar itu tentu menguntungkan petani karena biaya tanam sebesar Rp5 juta per hektare selama 110 hari.
Selama ini, produksi beras Ciberang melalui kelompok tani mencapai 3000 ton per bulan dan dipasok ke sejumlah pasar tradisional di Banten dan DKI Jakarta.
"Kami juga manjalin kerja sama dengan Perum Bulog dan mampu memasok beras untuk program masyarakat sejahtera atau rastra," katanya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement