Setelah bekerja selama 17 tahun di Bank Mandiri, Euis memutuskan terjun ke dunia bisnis. Ia beranggapan dunia bisnis memiliki tantangan yang berbeda apabila dibandingkan dengan dunia kerja.
Di bawah bendera Raisa Scarf dirinya memulai bisnis di bidang fashion. Dia berhasil mengembangkan Raisa Scarf dengan pangsa pasar nasional. Sekitar delapan toko sudah dimiliki di berbagai kota di antaranya Padang, Jakarta, Bogor, Surabaya, Tangerang, Makassar, dan Bandung.
Kini pemilik nama lengkap Euis Sri Maryani ini merambah bisnis hospitality, yaitu Bukit Saung Bambu yang berlokasi di Caringin Tilu Desa Cimenyan, Kabupaten Bandung. Model bisnis yang dikembangkan berupa penginapan dengan ciri khas bambu dan kuliner serta ciri khas makanan tradisional peuyeum sebagai komoditas utama Cimenyan yang dibalut budaya kesenian Angklung.
Bukan tanpa alassan wanita kelahiran Bandung 42 tahun lalu ini terjun di dunia hospitality. Ditegaskan, dirinya ingin meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
"PAD masyarakat Cimenyan rendah. Tingkat pendidikan juga tidak sama. Padahal, penduduk 120 ribu jiwa. Ngobrol dengan beberapa warga sana itu keresahan yang muncul, tanah garapan yang sudah milik pengembang. Sekolah jauh jadi mending jadi buruh tani," jelasnya kepada Warta Ekonomi di Bandung, Minggu (29/1/2017).
Lulusan Poltek ITB ini menjelaskan bahwa ke depannya lokasi wisata ini akan dibangun pasar seni. Dalam mewujudkan impiannya itu pihaknya sudah bekerja sama dengan Karang Taruna, kelompok tani, dan pelaku UMKM setempat.
"Dengan adanya lokasi wisata ini masyarakat bisa menjual produknya di sini. Di sini nantinya akan ada minigalery dan kunjungan ke tempat produksi," tambahnya.
Dalam membangun jaringan bisnisnya, ibu dari dua anak ini untuk sementara mengandalkan modal pribadi. Ke depannya diharapkan mendapat bantuan pemerintah daerah (Pemda) setempat juga program CSR dari berbagai perusahaan yang peduli terhadap lingkungan.
Kesuksesan Euis bukan tanpa hambatan, banyak cobaan yang dia alami dalam menjalankan bisnis wisata ini. Mulai dari perizinan pemerintah yang dinilai menyulitkan bahkan hingga aksi premanisme.
"Mulai tanda tangan tetangga udah kena palak harus buat gerbang warga. Ke pemeritah kabupaten di-pingpong. Dari perizinan harus ke PUPR, kan jauh lagi. Selain itu, harus tetep pakai biro jasa atau oknum, enggak bisa online di sini mah," keluhnya.
Bukan itu saja, dia pun mengalami persoalan pembayaran dari pembeli yang macet, biaya pameran yang mahal meski sepi pengunjung, produk yang dinilai kurang menarik dan mahal oleh calon konsumen, hingga urusan internal seperti mendapatkan pegawai yang kurang jujur.
Menurutnya, bukan mental seorang pengusaha jika mendapatkan cobaan lalu mundur dan menghentikan bisnisnya. Dalam menghadapi tantangan itu, dirinya selalu sabar, tetap tersenyum, melakukan evaluasi sehingga produk yang dihasilkan menjadi lebih baik dan bisa diterima calon konsumen.
"Kalau ingin sukses, kita harus mau terjun langsung, tetap berusaha, inovatif, dan jangan lupa tetap bersyukur sama Allah," tegasnya.
Pemasaran produk pun kini menggunakan sistem online. Beberapa media online dipilihnya, di antaranya qlapa.com, Heritage.id, atau online sendiri dengan memanfaatkan media sosial seperti Instagram: @raisascarf, Facebook (raisascarf), hingga layanan WhatsAap dan BBM.
Selain itu, pihaknya bekerja sama dengan beberapa perusahaan travel seperti Airbnb, Airyroom, dan Asosiasi Sales Travel Indonesia (ASATI).
Euis mengaku sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki sangat berpengaruh terhadap pengembangan usahanya, namun pengelolaan hingga kini masih menggunakan sistem kekeluargaan. Termasuk manajemen resiko, hanya mengandalkan asuransi pribadi, yaitu Bumiputera dan AXA Mandiri.
"Keberadaan lokasi wisata religi ini bisa meningkatkan kemampuan masyarakat yang ada di sekitarnya," ujarnya.
Euis berharap bahwa adanya lokasi wisata religi ini bisa didukung oleh pemda setempat sebab perizinan masih dinilai menyulitkan pelaku usaha. Dia berharap adanya pelayanan satu pintu berlaku hingga tingkat kecamatan.
"Ada pelayanan satu pintu dengan syarat yang jelas tidak bolak-balik. Kalau bisa ada perwakilan tingkat kecamatan, namanya juga pelayan kepada masyarakat," terangnya.
Lebih jauh, Euis mengharapkan pemda setempat memperbaiki akses jalan menuju lokasi wisata yang dinilai masih rusak, termasuk penerangan jalan yang minim sehingga rawan terjadi kecelakaan.
"Kita bagaimana mau mengangkat potensi daerah kalau akses jalan menuju lokasi wisata masih rusak. Saya berharap pemerintah bisa memperbaiki secepatnya," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Cahyo Prayogo
Advertisement