Korporasi Mulai Jalankan Skema Bisnis Investasi pada Lahan Gambut
Korporasi mulai menjalankan skema bisnis investasi pada lahan gambut yang akan direstorasi di Barito Timur dan Barito Selatan, Kalimantan Tengah, dengan cara menjual kemampuan mereduksi karbon melibatkan masyarakat setempat.
Manager Operasional PT Hutan Amanah Lestari (HAL) Achmad Rafiq Kamaluddin kepada Antara di Banjarmasin, Rabu (1/2/2017), mengatakan telah memegang Izin Usaha Pemanfaatan Penyerapan Penyimpanan Karbon (IUP RAP-KARBON dan/atau IUP PAN-KARBON) untuk konsesi 25.804 hektare di Desa Jurubanu, Kecamatan Paju Epat, Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah, untuk 30 tahun.
"Karena lokasinya ada di lahan gambut seharusnya bisa langsung melakukan 'trading carbon' untuk dapat 'Verified Emission Reductions' (VERs). Tapi karena sertifikatnya hutan karbon belum ada perhitungannya, yang sudah banyak itu yang nonhutan, mereka sudah jual beli," katanya.
Menurut dia, dari areal gambut seluas lebih dari 25.000 ha tersebut diperkirakan cadangan karbonnya bisa mencapai tiga juta ton per tahun, tapi yang boleh diperjualbelikan memang hanya sekitar satu juta ton saja per tahun. Jika restorasi sudah berjalan tutupan lahan kembali baik di area konsesi tersebut diperkirakan cadangan dan penyerapan karbon masih bisa bertambah.
Harga karbon dengan sertifikat nonhutan contoh seperti dari penggunaan tenaga surya bisa mencapai 10-15 dolar AS per ton, tapi untuk sertifikat hutan karbon hanya satu hingga tiga dolar AS per ton meski untuk memperoleh sertifikat tersebut usaha yang harus dilakukan lebih sulit.
Meski demikian, menurut Rafiq, dengan harga jual sertifikat hutan karbon yang mencapai satu hingga tiga dolar AS per ton diperkirakan sudah bisa menutup modal untuk melakukan restorasi lahan gambut di daerah itu.
Jika dengan perhitungan satu hingga tiga dolar AS per ton maka penjualan satu juta ton karbon setahun dengan kurs rupiah Rp13.000 per dolar AS artinya jual beli karbon tersebut bisa menghasilkan sekitar Rp13 miliar hingga Rp39 miliar.
Badan Restorasi Gambut (BRG) menawarkan skema bisnis investasi pada lahan gambut yang akan direstorasi di Indonesia dengan cara menjual kemampuan untuk mereduksi karbon yang ada di lingkungan setempat.
Sebelumnya, Deputi Bidang Penelitian dan Pengembangan Badan Restorasi Gambut (BRG) Haris Gunawan mengatakan pihaknya memang menawarkan skema restorasi ekosistem. Investasi yang dilakukan berupa penjualan kemampuan mereduksi karbon atau memakai skema perdagangan karbon yang diyakini menarik untuk investor.
Kepala BRG Nazir Foead sebelumnya mengatakan banyak investor yang tertarik untuk melakukan investasi restorasi gambut untuk mereduksi karbon itu saat Wakil Presiden Jusuf Kalla berbicara di hadapan wakil pemerintahan setingkat menteri dari Jerman, Belanda, Norwegia, Inggris, Kepala UNEP dan para investor sela-sela acara Majelis Umum PBB di 2016 "Dari situ terlihat minatnya besar, mereka katakan dari dulu sudah bantu Indonesia, dan mereka mempersilakan memakai dana hibah yang diberikan untuk menarik investor menjalankan skema restorasi gambut dengan cara penurunan karbon ini," ujar dia.
Skema bisnis itu masih terus disiapkan, namun harapannya 15-25 persen dana investasi dengan skema tersebut bisa ditanggung dengan dana donor sehingga investor lebih tertarik lagi berinvestasi mengurangi karbon dengan merestorasi lahan gambut yang sudah terdegradasi.
Dalam Forum Ekonomi Forum 2017 di Davos, bahkan Perdana Menteri Norwegia meluncurkan skema itu dan sudah menyiapkan dana hibah lainnya sebesar 125 juta dolar AS bersama negara mitra, dan targetnya bisa terkumpul hingga 400 juta dolar AS. Penggunaan dana hibah itu nantinya harus bersanding dengan investasi. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Sucipto
Tag Terkait:
Advertisement