Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Muhammad Syarkawi Rauf menyatakan pihaknya akan mengawasi proses tender proyek kartu tanda penduduk elektronik alias E-KTP.
Langkah tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya penyimpangan, baik itu praktik kartel hingga dugaan korupsi atas megaproyek tersebut. Pengawasan tender proyek E-KTP, Syarkawi menyebut sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo alias Jokowi. Ia?menegaskan tidak hanya proses tender E-KTP yang menjadi fokus pengawasan KPPU, melainkan seluruh proyek pengadaan barang dan jasa.
"Pak Presiden Jokowi memang meminta semua belanja negara efektif untuk pemerataan dan mendorong perluasan tenaga kerja. Makanya, KPPU akan support untuk melakukan pengawasan, khususnya di sektor pengadaan barang dan jasa," kata Syarkawi kepada Warta Ekonomi, akhir pekan lalu.
Menurut Syarkawi, pengawasan pada sektor pengadaan barang dan jasa sangat penting mengingat sektor tersebut sangat rawan penyimpangan. Hal tersebut tidak lepas lantaran besarnya anggaran yang berputar pada sektor pengadaan barang dan jasa.
"Bayangkan saja separuh dari total APBN yang berkisar lebih dari Rp2.000 triliun dialokasikan untuk pengadaan barang dan jasa," ucap alumnus Universitas Hasanuddin itu.
Menurut Syarkawi, selama ini kebanyakan laporan maupun perkara praktik monopoli yang ditangani KPPU pun berasal dari sektor pengadaan barang dan jasa. Kasus-kasus tersebut melibatkan BUMN dan pihak swasta.
"Totalnya ada sekitar 70 persen kasus yang ditangani KPPU memang berasal dari sektor pengadaan barang dan jasa," tutur dia.
Dalam kasus dugaan korupsi tender proyek E-KTP yang tengah diusut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Syarkawi mengakui sebenarnya lebih dulu diendus KPPU pada 2012 lalu. Bahkan, pihaknya sempat memvonis dua perusahaan yakni Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) dan PT Astragraphia atas dugaan persengkongkolan tender E-KTP pada 2012 lalu. Sayangnya, putusan tersebut mental di tingkat banding.
Syarkawi mengungkapkan dugaan persengkongkolan dalam tender proyek E-KTP terlihat pada beberapa temuan investigator di antaranya proses pengadaan tender di mana proposal PNRI dan PT Astragraphia lebih dari 70 persen mirip. Ia?juga membeberkan adanya dukungan-dukungan dari pihak tertentu dan pengerjaan tenaga ahli yang ternyata tidak memiliki kompetensi sesuai dengan proposal.
"Jadi pada 2011-2012, KPPU memang pernah melakukan investigasi dugaan persekongkolan tender E-KTP. Kala itu, ada dua perusahaan terlapor dan dalam persidangan dinyatakan terbukti bersalah sehingga kami jatuhkan denda. Namun, mereka mengajuan banding di pengadilan negeri dan diterima," urainya.
Dalam sidang pembacaan dakwaan terhadap Irman dan Sugiharto, jaksa menyebut kedua terdakwa telah memperkaya diri sendiri, orang lain, dan korporasi dengan proyek e-KTP sehingga membuat negara rugi Rp2,3 triliun.
Perbuatan keduanya dilakukan bersama Andi Agustinus alias Andi Narogong selaku penyedia barang/jasa pada Kemendagri; Isnu Edhi Wijaya selaku Ketua Konsorsium Percetakan Negara; Diah Anggraini selaku Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri; Setya Novanto selaku Ketua Fraksi Golkar; dan Drajat Wisnu Setyawan selaku Ketua Panitia Pengadaan barang/jasa di lingkungan Direktorat Jenderal Dukcapil.
Aroma busuk proyek e-KTP terendus sejak awal. Praktik 'ijon' dilakukan saat sebelum anggaran proyek disetujui anggota Komisi II DPR. Untuk mengganti duit yang sudah ditebar saat awal, para pengusaha diduga melakukan markup anggaran. Dari nilai proyek Rp5,9 triliun, hanya 51 persen yang digunakan belanja bahan. Sisanya, yaitu 49 persen, dibuat bancakan kalangan Kemendagri, politikus DPR, dan pihak swasta.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Tri Yari Kurniawan
Editor: Cahyo Prayogo
Advertisement