Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tranportasi Online Belum Menjanjikan Keamanan Konsumen

Tranportasi Online Belum Menjanjikan Keamanan Konsumen Kredit Foto: Khairunnisak Lubis
Warta Ekonomi, Medan -

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akan memberlakukan aturan baru terhadap transportasi/taksi berbasis aplikasi online pada 1 April mendatang.

Sekretaris Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LPAK) Padian Adi S Siregar mengatakan bahwa dalam konteks perlindungan konsumen dan dalam rangka sistem transportasi yang keberlanjutan, regulasi baru memiliki beberapa catatan kritis.

"Prinsip dasar dalam bertransportasi adalah keselamatan, aksesibilitas, keterjangkauan, terintegrasi, kenyamanan, dan keberlanjutan. Sejauh ini taksi berbasis aplikasi baru menjawab satu poin saja, yakni aksesibilitas," katanya di Medan, Kamis (23/3/2017).

Padian mengakui konsumen dengan relatif mudah mendapatkan taksi online daripada taksi konvensional. Sedangkan aspek yang lain, imbuhnya, taksi online belum mampu menjawab kebutuhan dan perlindungan pada konsumen yang sebenarnya.

"Misalnya, belum mempunyai standar pelayanan minimal yang jelas, baik untuk armada dan sopirnya. Tarif taksi online juga tidak bisa dibilang murah, bahkan bisa lebih mahal daripada taksi konvensional sebab taksi online memberlakukan tarif berdasarkan jam sibuk (rush hour) dan nonrush hour. Pada rush hour tarif taksi online jauh lebih mahal apalagi dalam kondisi hujan," ujarnya.

Jadi, pemberlakuan tarif bawah taksi online secara praktis tidak akan menyulitkan karena selama ini secara tidak langsung justru sudah ada tarif batas bawah dan batas atas.

"Justru yang harus disorot adalah bagaimana mekanisme pengawasan terhadap implementasi tarif batas atas dan batas bawah tersebut. Aparat penegak hukum akan kesulitan melakukan pengawasan dan penegakan hukum jika terjadi pelanggaran," tegasnya.

Sementara itu, Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan taksi online juga belum memberikan perlindungan kepada konsumennya jika terjadi kehilangan barang atau terjadi kecelakaan. Bahkan, jika terjadi sengketa keperdataan dengan konsumen akan diselesaikan via abritase di Singapura.

"Ini jelas tidak adil dan tidak masuk akal bahkan merugikan konsumen," katanya.

Ia mengatakan operator taksi online juga belum memberikan jaminan perlindungan data pribadi konsumennya. Bahkan dalam term of contract-nya, tudingnya, penyedia layanan transportasi tersebut bahkan akan menjadikan data pribadi konsumen untuk di-share ke mitra bisnisnya, misalnya untuk objek promosi.

"Oleh karena itu, Kemenhub dalam revisinya Permenhub No 32/2013 seharusnya mengatur poin-poin tersebut. Bukan hanya mengatur soal uji kir, proses balik nama STNK, atau bahkan tarif," ujarnya.

Dikatakannya, dalam konteks persaingan usaha, tidak boleh ada operator/pelaku usaha yang menerapkan kebijakan predatory pricing sebab akan membunuh operator lain. Oleh karena itu, pemerintah harus melakukan intervensi jika ada operator yang menerapkan predatory pricing.

"Di sisi lain, didesak kepada operator taksi konvensional untuk meningkatkan pelayanannya, misalnya kemudahan mengakses bagi konsumen semudah taksi online. Jika perlu Kemenhub juga mengaudit tarif taksi konvensional, harus dibebaskan dari unsur inefisiensi," ujarnya.

Sehingga, menurutnya, konsumen tidak menanggung tarif/ongkos kemahalan karena ada unsur inefisiensi dalam tarif taksi konvensional.

"Pertimbangan kami keberadaan taksi online tidak mungkin dilarang, tapi juga tidak mungkin dibiarkan beroperasi tanpa adanya regulasi," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Khairunnisak Lubis
Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: