Keterbatasan fisik tak menghalangi dirinya untuk bekerja sebagai juru parkir. Setiap harinya perempuan dengan nama lengkap Nur Hasanah ini bekerja mulai dari pukul 08.00 WIB di kawasan Melawai, Jakarta Selatan. Memiliki tinggi 120 cm tak membuatnya minder untuk melakukan aktivitasnya. Menjadi wanita tangguh sehari-hari ia jalani. Terlihat, senyumnya tak pernah surut dan selalu bersabar meskipun dalam keterbatasan ekonomi.
"Dari pagi ya markir di sini (Seven Eleven Blok M)," cerita Nur memulai sarapannya di warung kecil dekat tempat dia bekerja, Jakarta, belum lama ini.
Sejak suaminya meninggal 11 tahun lalu, membuat dirinya menjadi tulang punggung keluarga. Menghidupi putrinya yang saat ini kelas 2 SMA. Tidak hanya putrinya saja yang menjadi tanggung jawabnya tetapi juga orang tua kandungnya. Ketika ditemui di rumahnya di Jalan H. Jian Cipete Utara Jakarta Selatan, wanita berusia 34 tahun itu dengan ramah melayani pembeli yang ingin sarapan nasi uduk. Dari penghasilan menjadi juru parkir membuatnya tidak cukup untuk menghidupi keluarganya.
"Kalau malam biasanya orang-orang di sini (Cipete) suka banget sama nasi uduk, apalagi nasi uduk saya rasa Betawi asli," canda Nur kepada Warta Ekonomi.
Penulis pun terhanyut merasakan kesedihan yang dialami Nur. Tak ada rasa membatin atau jengkel akan kondisi tubuhnya. Jelas saya bangga terhadap Nur, kadang orang lain yang memiliki tubuh normal?saja kerap mengeluh. Hal ini tentunya bisa menjadi contoh bagi kita melihat semangat hidup Nur.
Sebelum memulai aktivitasnya sebagai juru parkir, Nur terlebih dahulu mengantar putrinya ke sekolah. Nur bercerita kalau putri tunggalnya itu pernah malas bersekolah. Lantaran diejek teman-temannya kalau ibunya kerdil. Bahkan ada keinginan putrinya itu ingin keluar dari sekolah. Dengan kebesaran hatinya, perempuan yang ingin bercita-cita menjadi guru itu terus merayu putrinya agar semangat sekolah. Dia ingin putrinya sekolah ke jenjang yang lebih tinggi dan berharap tidak seperti dirinya.
"Orang tua mana sih yang mau pendidikannya lebih rendah. Ya saya hanya bisa bersyukur dengan keadaan seperti ini," harap Nur.
Pernah Masuk ke dalam Selokan
Nur bercerita bahwa dirinya pernah masuk ke dalam selokan tepat di bawah mobil, ketika dia memakirkan. Sang sopir tidak melihat keberadaanya dari kaca spion. Untunglah ada teman seprofesinya yang melihat lalu menolongnya. "Karena badan ini mungkin enggak kelihatan sama yang nyetir mobil," kenang Nur.
Menjadi tulang punggung keluarga menjadi pilihan hidupnya. Dari keterbatasan ekonomi tak pernah keluar kata-kata ketus dari mulutnya. Menurutnya hidup itu indah jangan dibuat susah. Hidup sudah susah mengapa dibuat susah dan selalu bersyukur.?
Pekerjaan menjadi juru parkir memang didominasi oleh pria. Butuh keberanian dalam melakukannya karena kalau tidak hati-hati kita bisa terserempet kendaraan. Kalau kita jumpai di tempat kebanyakan juga bertubuh normal. Dari itu semua tak menjadi alasan untuk menghentikan langkahnya dalam bekerja.
Bagaimanapun juga keterbatasan fisik bukan menjadi halangan. Sebagian orang pun mencibirnya karena keadaannya. Lagi-lagi dia tidak tersinggung. Prinsipnya adalah bagaimana menghidupi keluarga agar dapur tetap mengebul.
"Saya ingin bermanfaat untuk orang lain. Penghasilan yang saya dapat ini saya beri ke keluarga saya. Yah, bersyukur saja. Kalau kita selalu melihat ke atas ya kita tidak bersyukur," tukas Nur.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Dina Kusumaningrum
Editor: Dewi Ispurwanti
Tag Terkait:
Advertisement