Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sulawesi Selatan?Wiwiek Sisto Widayat mengimbau seluruh Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA-BB) alias money changer segera melakukan penguruzan izin operasi. Terlebih, batas akhir operasi bagi money changer tidak berizin tercatat hanya sampai 7 April. Lewat dari masa itu, BI akan merekomendasikan penghentian kegiatan usaha atau pencabutan izin usaha.
Menurut Wiwiek, tidak ada alasan bagi pemilik KUPVA BB untuk tidak mengurus izin operasional. Toh, BI telah gencar menggelar sosialisasi dan mempermudah layanan pengurusan. Bahkan, pengurusan izin operasi KUPVA BB ditegaskannya tidak dipungut biaya.
"Pengurusannya gratis. Saya tegaskan tidak ada biaya yang dipungut sepeser pun untuk pengurusan izin penukaran valuta asing (valas)," ucap dia di Kota Makassar, Kamis?(30/3/2017) kemarin.
Wiwiek menjelaskan pengurusan izin KUPVA BB terdiri atas dua bagian. Untuk izin kelembagaan, pengurusannya menjadi domain dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) d imana KUPVA BB harus berbentuk perseroan terbatas alias PT. Selanjutnya, untuk izin operasional, pengurusannya menjadi domain BI.
"Nah, untuk izin operasi di BI yang kami bisa berikan jaminan tidak akan ada pungutan," urai dia.
Berdasarkan aturan, Wiwiek mengimbuhkan kewajiban yang harus dipenuhi oleh KUPVA BB adalah berbadan hukum PT. Seluruh saham perusahaan juga mutlak merupakan milik warga negara Indonesia alias WNI. Adapun syarat untuk modal, jika berlokasi di kota besar, seperti Jakarta dan ibu kota provinsi harus memiliki modal Rp250 juta. Jika di luar kota minimal modal Rp100 juta.
Menurut Wiwiek, regulasi yang mengatur perizinan KUPVA-BB jelas termaktub dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 18/20/PBI/2016. Secara nasional, tercatat lebih dari 700-an money changer tidak berizin. Separuh di antaranya berlokasi di Pulau Jawa. Hampir seluruh KUPVA BB tidak berizin itu diketahui milik perorangan.
Khusus di Sulsel, Wiwiek mengaku belum bisa memastikan jumlah KUPVA BB tidak berizin lantaran masih dalam tahap identifikasi. Untuk sementara, pihaknya sudah mencatat sekitar 20-an money changer tidak berizin yang tersebar di lima kabupaten/kota. Mayoritas berupa usaha penjualan telepon seluler yang melayani penukaran valas.
Wiwiek menegaskan di Sulsel hanya empat money changer yang mengantongi izin BI. Rinciannya yakni PT Haji La Tunrung, PT Marazavalas, PT Diana Valas, dan PT Primanusa Davalas. Selain itu, terdapat satu money changer berkantor pusat di luar Sulsel, tapi beroperasi di wilayahnya yakni PT Bali Maspintjara. Informasi terakhir, diakuinya ada dua money changer yang sedang melakukan pengurusan perizinan.
Menurut Wiwiek, satu dari dua money changer yang mengajukan perizinan itu sebenarnya sudah pernah beroperasi di Sulsel. Tapi, setahun terakhir ini tidak aktif dan baru kembali mengajukan izin operasional. "Jadi, nantinya akan ada enam money changer di Sulsel ditambah satu money changer dari Bali yang memiliki cabang di Sulsel," pungkas dia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Tri Yari Kurniawan
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait:
Advertisement