Rapat paripurna DPD RI yang terus diwarnai saling interupsi gagal menyepakati agenda yang akan dibahas hingga diskors untuk kedua kalinya pada sekitar pukul 18.00 WIB di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin (3/4/2017).
Wakil Ketua DPD RI Gusti Kanjeng Ratu Hemas yang memimpin rapat paripurna mengetukkan palu tanda diskors yang kedua kalinya, pada pukul 18.00 WIB, karena perdebatan melalui saling interupsi di antara anggota tetap ramai dan tidak mereda.
Ratu Hemas memutuskan menskors sementara rapat paripurna hingga pukul 19.00 untuk dilanjutkan lagi.
Perdebatan yang terjadi dalam rapat paripurna DPD RI, adalah soal agenda yang akan dibahas apakah akan mengumumkan putusan Mahkamah Agung atau melakukan pemilihan pimpinan DPD RI.
Adanya dua kelompok kekuatan di internal DPD RI berusaha saling menggolkan agendanya.
Wakil Ketua DPD RI Faoruk Muhammad mengatakan ricuh pada rapat paripurna saat ini dimulai pada undangan rapat paripurna pada tanggal 20 Maret lalu yang agendanya mengusulkan untuk dilakukan pemilihan ulang pimpinan DPD RI pada awal April 2017.
Namun pada rapat, kata dia, ada sejumlah anggota DPD yang menolak dengan alasan sudah mengajukan gugatan uji materi ke Mahkamah Agung untuk membatalkan Tata Tertib DPD RI.
Mahkamah Agung kemudian menerbitkan putusannya pada Rabu (29/3) yang memutuskan membatalkan Tata Tertib DPD RI dan mengembalikan masa jabatan pimpinan DPD RI menjadi lima tahun sama seperti periode anggota DPR RI.
"Setelah terbitnya putusan MA, Panmus DPD RI menerbitkan undangan untuk rapat paripurna pada Senin hari ini," katanya.
Di sisi lain, kata Farouk, karena masih ada kekeliruan pada putusan MA, maka putusan tersebut dikoreksi dan diterbitkan lagi pada Senin hari ini.
Panitia Musyawarah (Panmus) yang tugasnya membuat jadwal, melakukan rapat Panmus pada Minggu (2/4) dan dalam rapat Panmus tersebut diwarnai saling interupsi untuk menggolkan agendanya.
"Kalau saya pribadi terserah saja, mana yang ingin dibahas," katanya.
Mantan Direktur Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) ini menambahkan, putusan MA itu masuk dalam dalam lembaran negara, meskipun ditolak untuk dibacakan dalam rapat paripurna akan tetap berlaku, seperti halnya undang-undang. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Sucipto
Tag Terkait:
Advertisement