Kredit Foto: Reuters/Beawiharta
Batas transisi penerapan peraturan taksi daring dalam Peraturan Menteri Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek pada 1 Juli 2017.
Direktur Jenderal Perhubungan Kementerian Perhubungan Darat Pudji Hartanto Iskandar dalam sosialisasi PM 26/2017 di Jakarta, Jumat (7/4/2017), menegaskan tidak ada lagi toleransi atau revisi terkait peraturan tersebut.
"Tidak bisa direvisi lagi karena ini sudah ketok palu, kalau ada yang bertanya atau merasa kurang jelas, saya tak lagi melayani," katanya.
Pudji menjelaskan karena itu ditetapkan transisi karena kondisi masing-masing daerah berbeda, transisi tersebut dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu poin-poin yang berlaku pada 1 April, 1 Juni, dan 1 Juli 2017.
Dia menjelaskan transisi tersebut diperlukan, karena pertama harus melibatkan Kementerian/Lembaga, misalnya untuk panak, STNK dan akses dashboard.
Kedua, lanjut dia, permintaan masyarakat yang masih membutuhkan waktu dalam penyesuaian dan pemenuhan peraturan tersebut.
Ketiga, Pudji mengatakan, adanya penyesuaian antara taksi konvensional dengan taksi daring.
"Untuk yang belum bisa memenuhi syarat sebaiknya jangan beroperasi dulu, penuhi dulu selama transisi," katanya.
Untuk yang berlaku pada 1 April 2017,yaitu terdapat empat poin, di antaranya Dari 11 poin revisi aturan tersebut, empat poin di antaranya yaitu penetapan angkutan online sebagai angkutan sewa khusus, persyaratan kapasitas silinder mesin kendaraan minimal 1.000 CC, persyaratan keharusan memiliki tempat penyimpanan kendaraan dan kepemilikan atau kerjasama dengan bengkel yang merawat kendaraan.
Sementara untuk pengujian berkala (KIR) kendaraan, stiker dan penyediaan akses Digital Dashboard diberikan masa transisi waktu dua bulan setelah 1 April 2017 atau 1 Juni 2017.
Sedangkan, untuk pemberlakuan poin penetapan tarif batas atas dan batas bawah, kuota, pengenaan pajak, dan penggunaan nama pada STNK, masa transisi diberikan selama tiga bulan untuk pemberlakuannya yaitu 1 Juli 2017.
Terkait uji berkala di daerah, Pudji menyarankan bisa bekerja sama dengan pihak swasta yang ditunjuk pemerintah.
Kemenhub akan bekerja sama dengan Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) untuk menunjuk Agen Pemegang Merk (APM) yang menyelenggarakan uji KIR.
"Kita tunjuk kerja sama dengan Kemenhub nanti Gaikindo tunjuk APM yang punya kualitas," katanya.
Terkait tarif, dia mengatakan petunjuknya telah tertera dalam PM 26/2017, namun pihaknya juga telah menerima usulan pemda terkait komponen-komponen penghitungan untuk taksi konvensional.
"Nanti kita lihat kelebihan dan kekurangannya, itu diusulkan ke pusat, pusat akan menganalisis, akan dibuat kajian baru setelah itu diputuskan," katanya.
Sebab, lanjut dia, masing-masing daerah memiliki perbedaan dan tidak bisa disamakan terkait tarif.
"Misalnya Provinsi A bedanya 25 persen, kemudian provinsi lain bedanya dua sampai tiga persen, ini yang harus kita lihat sebagai kebijakan pusat, kita pelajari selama tiga bulan," katanya.
Sementara itu, dia mengatakan untuk tarif batas atas, telah ditentukan maksimal lima hingga 10 persen, sementara untuk tarif batas bawah belum diputuskan.
Pudji menuturkan untuk masalah kuota, hal itu juga disesuaikan kepada daerah masing-masing.
"Kalau daerah sudah mengusulkan, sudah terlalu penuh, tidak perlu diajukan, makanya kita kaji dan analisa, " katanya. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait:
Advertisement