Pengurus Koperasi hingga kini masih banyak belum mengetahui mengenai tata cara perpajakan, bahkan beberapa di antaranya sama sekali tidak mengetahui bahwa usahanya juga dikenakan Pajak Pertambahan Nilai atau PPn.
Penelaah Keberatan Direktorat Jenderal Pajak Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Bangka Belitung Dodi Doharman di Palembang, Jumat (28/4/2017), mengatakan, padahal sejatinya badan usaha lain, koperasi juga dikenakan kewajiban untuk memungut PPn dan membayar pajak penghasilan final sebesar satu persen.
"Sama dengan UMKM, jika peredaran omzet mereka tidak lebih dari Rp4,8 miliar maka akan dikenakan PPh final satu persen," kata Dodi.
Untuk itu, sejak setahun terakhir DJP Sumsel-Babel gencar menggelar sosialisasi ke kalangan pemilik koperasi terkait kewajiban pajak mereka, seperti tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-08/PMK.03/2008 tentang Penunjukan Pemungut PPh Pasal 22, Sifat, Besaran Pungutan, dan Tata Cara Pelaporan dan Penyetoran.
Dalam hal ini Koperasi berkewajiban menjadi pemungut apabila melakukan pembelian bahan atau produk dari hasil pertanian, perkebunan, kehutanan, atau perikanan melalui pedagang pengumpul untuk keperluan industri atau ekspor.
Besarnya tarif pungutan PPh Pasal 22 adalah 0,25 persen dari nilai bruto pembelian (tidak termasuk PPN), sehingga Koperasi hanya membayar nilai bersih setelah pemungutan.
Pengurus Koperasi wajib menerbitkan bukti pemungutan dan melaporkannya ke dalam SPT Masa PPh Pasal 22 paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya. Sedangkan kewajiban penyetorannya paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
Kegiatan pelaporan dan pembayaran ini hanya muncul apabila terjadi transaksi tersebut dalam suatu Masa Pajak.
Keterlambatan pelaporan dan penyetoran dapat menimbulkan terbitnya Surat Tagihan Pajak sebesar Rp100.000,00 dan sanksi administrasi sebesar 2 persen dari nilai yang dipungut.
Penegasan lebih jelas terhadap kewajiban ini diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-23/PJ/2009 tanggal 12 Maret 2009.
"Kewajiban untuk memungut PPN hanya dibebankan kepada Koperasi yang berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) atas penyerahan, penjualan jasa, barang kena pajak," kata dia.
Hal ini seperti disebutkan di dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-68/PMK.03/2010 sebagaimana terakhir telah diubah dengan PMK-197/PMK.03/2013 tentang batasan pengusaha kecil Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Serta kewajiban untuk menjadi Pengusaha Kena Pajak bagi Koperasi muncul dalam hal jumlah peredaran/penerimaan bruto melebihi Rp4,8 miliar. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Fajar Sulaiman
Advertisement