Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Polri Didesak Tanyakan Soal Tekanan Kepada Miryam S Haryani

Polri Didesak Tanyakan Soal Tekanan Kepada Miryam S Haryani Kredit Foto: Antara/Reno Esnir
Warta Ekonomi, Jakarta -

Polri diminta untuk menggali informasi soal tuduhan tekanan oleh sejumlah anggota Komisi III DPR kepada Miryam S Haryani untuk mencabut berita acara pemeriksaan dalam kasus dugaan korupsi kartu tanda penduduk elektronik.

Anggota Komisi III dari Fraksi PAN Daeng Muhammad di Jakarta, Senin (1/5/17), berharap Polri dapat menggali keterangan terkait dengan sejumlah anggota Komisi III yang dituding melakukan tekanan kepada Miryam untuk mencabut BAP.

"Kami mau polisi menyelidiki, mencari keterangan, dan membuka ke publik, betul tidak Miryam ditekan oleh enam anggota Komisi III DPR untuk mencabut BAP karena statement ini dipakai oleh salah satu penyidik KPK di lembaga resmi pengadilan. Ini persoalan," tuturnya.

Daeng berharap Polri dapat menggali keterangan atas hal tersebut, dan memberikan informasi kepada publik. "Jika itu benar, buka saja ke publik. Jadi jangan ada dusta dan fitnah," tegasnya.

Keberhasilan Polri dalam menangkap tersangka pemberi keterangan palsu dalam persidangan kasus e-KTP Miryam S Haryani, yang telah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) oleh KPK patut mendapat apresiasi.

"Kemarin kan dijadikan DPO oleh KPK, seakan sulit untuk menangkap, tapi terbukti Polri dengan begitu mudahnya melakukan penangkapan. Selama ini didramatisir dengan dijadikan DPO," ujarnya.

Menurutnya, dalam konteks kesaksian palsu, Polri juga memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan. "Bicara soal kesaksian palsu itu pidana umum. Polisi juga bisa bersikap dan menanyakan kepada Miryam," katanya.

Daeng menilai isu-isu yang ada dengan sengaja dibentuk untuk menggiring opini di mana DPR menjadi lembaga yang antipemberantasan korupsi.

"Jangan-jangan pengalihan ke DPR supaya dipukuli, dinilai antipemberantasan korupsi, brengsek, dan mengintervensi. Kalau memang itu ada yang disebut penyidik, buktikan," tegas Daeng.

Dikatakannya, apa yang dilakukan bukan sebagai bentuk intervensi. "Tapi ada nama-nama orang yang disebut menekan untuk mencabut BAP," imbuhnya.

Sementara itu, terkait dengan hak angket, kata dia, bukan untuk melemahkan KPK. Namun, untuk meminta penjelasan dan klarifikasi atas pertanyaan DPR terkait dengan kinerja KPK yang sampai saat ini belum terjawab.

"Kami ingin semua dibuka supaya publik tahu, kalau ada lembaga antikorupsi harus patuh pada konstitusi. Ada temuan-temuan, kami tanyakan tapi KPK belum bisa menjawab itu. Apa yang harus ditakutkan dari hak angket. Itu polarisasi klarifikasi KPK terhadap kami. Kalau angket nantinya melemahkan KPK, saya lawan juga," tandas Daeng.

Ia menambahkan sampai sekarang fungsi pengawasan dan kontrol kepada KPK belum maksimal. Padahal seharusnya keberadaan KPK dengan lembaga lainnya adalah sama.

"Siapa yang berani melawan KPK sekarang. Masa ada lembaga yang orang tidak mampu melakukan kontrol, sedangkan KPK menjalankan undang-undang yang dibuat DPR, dan menggunakan anggaran negara. Kami ingin terbuka ke publik, ada apa di KPK. Lembaga lain kalau tidak patuh kepada penggunaan anggaran jadi pidana, tapi KPK dilakukan audit BPK pada 2015-2016 ada temuan ketidakpatuhan penggunaan anggaran dan tidak bisa tangung jawab, siapa yang bisa omong sama KPK, tidak fair dong," katanya.

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai NasDem Ahmad Sahroni juga menegaskan bahwa keputusan paripurna terkait hak angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan bentuk kontrol dan pengawasan.

"Angket ini bukan soal KTP elektronik, bukan soal BLBI, ini murni sebagai bentuk pengawasan dan kontrol terhadap kinerja KPK sebagai mitra kerja kami, yang selama ini belum terjawab dalam rapat-rapat dengan Komisi III," kata Sahroni di Jakarta, Minggu (30/4).

Ia pun menyayangkan opini yang berkembang selama ini di masyarakat bahwa hak angket tersebut menjadi salah satu upaya untuk melemahkan KPK.

"Kami sebagai pengawas, dan kami mau meminta pertanggungjawaban. Tapi opini yang berkembang justru DPR akan melemahkan KPK," imbuhnya. (HYS/Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Hafit Yudi Suprobo

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: