Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Uji Materi Pasal PHK Terhadap Suami-Istri Dalam Satu Perusahaan

Uji Materi Pasal PHK Terhadap Suami-Istri Dalam Satu Perusahaan Model memperagakan busana pernikahan muslim saat acara peragaan busana pernikahan muslim di Trotoar Malioboro, DI Yogyakarta, Kamis (30/3). Peragaan busana yang memamerkan 18 busana itu guna mengenalkan berbagai model busana pernikahan muslim kepada masyarakat serta menjadi peluncuran nikah masal yang akan digelar pada bulan Ramadhan mendatang. | Kredit Foto: Antara
Warta Ekonomi, Jakarta -

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyatakan bahwa ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi pekerja berstatus suami istri dalam satu perusahaan, adalah untuk mencegah hal-hal negatif di lingkungan perusahaan.

"Ketentuan PHK dalam Pasal 153 ayat (1) huruf f UU Ketenagakerjaan tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, karena bertujuan untuk melindungi kepentingan yang lebih besar," ujar kuasa hukum Apindo Gustav Evert Matulessy saat memberikan keterangan di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Senin (16/5/2017).

Gustav mengatakan hal ini mewakili Apindo selaku pihak terkait dalam sidang uji materi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan). Gustav menerangkan bahwa ketentuan PHK ini berfungsi untuk menjaga hak setiap warga negara untuk menikah, tetapi juga untuk menjaga hak setiap orang yang bekerja guna mendapatkan perlakuan yang adil.

Lebih lanjut Gustav menjelaskan terdapat dua dampak bagi pekerja suami istri yang bekerja dalam satu perusahaan, yaitu dampak positif dan negatif. Menurut Gustav, dampak positif terjadi karena adanya penguatan hubungan keluarga karena suami istri bekerja dalam satu perusahaan.

"Namun, terdapat dampak negatif yang berhubungan dengan perasaan saling melindungi tersebut, yakni dapat mengurangi bahkan menghilangkan objektivitas kerja dari hubungan kerja antara pekerja dan manajemen perusahaan," jelas Gustav.

Pada prinsipnya perusahaan tidak melarang seorang untuk menikah, namun adanya hubungan suami istri dalam satu perusahaan dapat menimbulkan konflik kepentingan.

"Adanya potensi konflik kepentingan dalam mengambil keputusan internal perusahaan, akan berimbas terhadap objektivitas dan profesionalisme dalam pekerjaannya," jelas Gustav.

Gustav mencontohkan potensi berkurangnya profesionalisme yang berkaitan dengan penilaian kinerja pekerja, pengembangan karir, promosi, serta pemberian sanksi.

"Inilah yang akan mengganggu rasa keadilan bagi pekerja yang lainnya yang tidak memiliki hubungan khusus sebagai suami-istri dalam suatu perusahaan," pungkas Gustav. (ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: