Bank Indonesia (BI) memastikan bakal meluncurkan aturan terkait penerapa National Payment Gateway (NPG) pada akhir Juni 2017 mendatang. Melalui penerapan ini, bank sentral ingin industri sistem pembayaran di Indonesia memiliki daya saing dan daya tahan yang baik.
Direktur Eksekutif Pusat Transformasi BI Onny Widjanarko mengatakan penerapan NPG di Indonesia sedikit berbeda bila dibandingkan negara lain. Hal ini lantaran perusahaan switching di Indonesia telah ada dan beroperasi di tanah air.
"Kita ingin cerita bagaimana membangun NPG yang cocok di Indonesia yang sudah terlanjur ada perusahaan switching, seperti apa pendekatannya karena kalau kita lihat China mereka ada China Union Pay dijadikan satu, di India ada National Payment Corporation India," ujar dia saat kegiatan?Seminar Peluang dan Tantangan dalam Penerapan National Payment Gateway di Indonesia?di Jakarta, Senin (22/5/2017).
Menurutnya, bisnis payment system di India sudah berjalan dan dijadikan satu perusahaan sehingga mereka memiliki induk perusahaan switching. Namun, hal ini berbeda dengan di Indonesia, pasalnya perusahaan switching telah lama beroperasi secara sendiri-sendiri.
"Di Indonesia karena bisnisnya sudah jalan kita hargai investasi yang dilakukan perusahaan private siapapun itu. Jadi kita minta mereka sistemnya saling bicara, interkoneksi biar nanti masyarakat atau pengguna kalau punya kartu ATM bank A bisa dilakukan ATM/EDC bank siapa saja kalau sekarang kan masih terbatas," jelas Onny.
Oleh karena itu, lanjutnya, penerapan sistem NPG nanti akan dilakukan melalui skema gotong-royong. Para perusahaan switching diminta untuk saling sharing investasi dan infrastruktur.
"Itu nanti yang dibangun jadi sistem kita gotong-royong. Nah, untuk menjamin sistem gotong-royong sustain nanti ada lembaga standar dan services," tandasnya.
Namun, dia mengingatkan tantangan penerapan NPG di Indonesia ialah adanya perubahan landscape bisnis perusahaan switching di Indonesia.
"Secara bisnis ada perubahan landscape bisnis di Indonesia karena tadinya para pemain itu jalan sendiri-sendiri sekarang mereka akan diminta untuk bisa saling bicara, sistemnya bisa saling interkoneksi dan instrumennya bisa interoperabilitas artinya instrumennya sudah enggak eksklusif jadi harus bisa diterima di segala kanal pembayaran. Itu kan perlu landscape baru. Sekarang kan sendiri-sendiri kalau sendiri-sendiri mahal nah nanti sharing investasi, sharing infrastruktur, ini akan menjadi lebih efisien," tuturnya.
Dia meyakini skema yang lebih efisien ini tidak akan merugikan perusahaan switching. Pasalnya, meskipun nanti profit perusahaan akan tergerus dengan penerapan ini namun secara volume transaksi akan semakin banyak.
"Jadi, melihatnya lebih efisien tapi secara volume akan semakin banyak. Kalau seperti itu nanti jumlah kartu akan meningkat, jumlah transaksi akan meningkat. Pricing-nya sendiri BI selalu memperhatikan pricing investasi yang telah dikeluarkan. Sama kok best practise pricing-nya cost recovery plus margin yang wajar jadi enggak boleh rugi. Mungkin ada penyesuaian laba tapi mereka enggak boleh rugi tapi prospek ke depannya bagus untuk industri payment nasional," tutup Onny.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait:
Advertisement