Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

UI: Pendapatan JKN Terlalu Kecil dan Picu Defisit

UI: Pendapatan JKN Terlalu Kecil dan Picu Defisit Logo Jaminan Kesehatan Nasional | Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ketua Center for Health Economics and Policy Studies FKM Universitas Indonesia (CHEPS FKM UI) Hasbullah Thabrany mengatakan pendapatan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terbilang kecil sehingga memicu persoalan defisit anggaran JKN.

"Terlalu kecil padahal lewat JKN itu agar seluruh penduduk Indonesia hidup sehat, produktif dan sejahtera," kata Hasbullah di Jakarta, Selasa (23/5/2017).

Dia mengatakan JKN secara formal telah memperluas cakupannya yang mencapai hampir 180 juta penduduk di Indonesia. Secara komposisi, peserta penduduk miskin dan tidak mampu penerima bantuan iuran/PBI mencapai 109 juta atau 62 persen dari seluruh peserta. Sementara proporsi pekerja penerima upah (PPU) yang lebih rutin memasukan iuran hanya 40,2 juta atau 23 persen.

Maka dari itu, dia mengatakan pembengkakan pembiayaan JKN tidak boleh terus terjadi karena jika dibiarkan anggaran negara akan terkuras untuk membiayai jaminan kesehatan karena tidak ada pemasukan yang seimbang.

Guru Besar UI itu mengatakan iuran JKN saat ini sebesar Rp23 ribu per orang per bulan sering nilainya jauh di bawah usulan Dewan Jaminan Kesehatan Sosial Nasional (DJSN) dan Kemenkes yaitu Rp36 ribu per orang per bulan. Sementara itu, rata-rata klaim per orang per bulan untuk seluruh peserta mencapai hampir Rp35 ribu.

Hasbullah juga menawarkan jalan keluar yang bisa dilakukan pemerintah salah satunya dengan menambah peserta JKN dari golongan pekerja penerima upah seperti dari swasta, BUMD, PNS, TNI dan Polri. Dengan begitu, pemasukan JKN dapat membaik atau selaras dengan pengeluarannya untuk klaim kesehatan peserta.

Dia mengatakan negara-negara maju dan tetangga sudah dapat mengatasi defisit dalam jaminan kesehatan masyarakatnya. Di Thailand dan Malaysia mengeluarkan belanja kesehatan yang mencapai 3-4 kali lebih banyak dari belanja kesehatan Indonesia. Jadi, defisit JKN bukan karena belanja yang terlalu banyak, tetapi pendapatan JKN yang terlalu kecil. Artinya, sistem jaminan kesehatan universal di kedua negeri jiran mempunyai sumber-sumber dana yang jauh lebih banyak.

Indonesia, kata dia, harus mengambil kebijakan strategis untuk meningkatan pendapatan dan mengendalikan pengeluaran. Hal paling reaslistis adalah menambah peserta PPU agar proporsinya menjadi yang terbesar. Penduduk berpendapatan tinggi sejauh ini belum berkontribusi memadai dalam pendanaan publik. Sumber-sumber lain juga belum digali, seperti dari pajak atau cukai rokok, menaikan batas upah, memasukan komponen tunjangan dalam perhitungan upah dan sumber-sumber lain.

Dia mengatakan di tahun pertama JKN mengalami defisit sebesar Rp3,3 triliun dan membengkak menjadi Rp 5,7 triliun pada tahun 2015, lalu defisit meroket mencapai Rp9,7 triliun pada tahun 2016. Menurut dia, jika tidak ada peningkatan pendapatan iuran, defisit JKN diperkirakan akan mencapai Rp10 triliun pada 2018. Defisit berkepanjangan juga telah menurunkan kepercayaan publik terhadap tata kelola JKN. Bahaya besar mengancam negeri ini jika penduduk tidak percaya terhadap JKN. (ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: