Berdasarkan data Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat, terhitung sejak bulan Januari sampai dengan April 2017, tercatat bahwa Jawa Barat telah mengalami 333 kali bencana, yaitu bencana tanah longsor sebanyak 136 kali, banjir 67 kali, angin puting beliung 58 kali, kebakaran 68 kali, gempa bumi 3 kali, dan gelombang pasang sebanyak 1 kali.
"Kejadian bencana tersebut menelan korban jiwa sebanyak 11 orang, 4 orang hilang atau belum ditemukan, 38.820 orang luka, dan mengungsi sebanyak 1.268 orang. Sedangkan kerusakan fisik berupa rumah, mulai dari kerusakan ringan hingga berat jumlahnya sebanyak 7.995 rumah, dengan kerugian diperkirakan mencapai 18 miliar rupiah," papar Wakil Gubernur Jawa Barat, Deddy Mizwar dalam sambutannya pada Apel Kesiapsiagaan Penanggulangan Bencana, dalam rangka Puncak Peringatan Hari Ulang Tahun Ke-13 TAGANA Jawa Barat Tahun 2017, di Bandung, Rabu (24/05/2017).
Deddy mengungkapkan Jawa Barat yang memiliki bentuk topografi berupa pegunungan yang curam di bagian selatan, lereng bukit yang landai di bagian tengah, dan wilayah daratan luas di bagian Utara, sehingga berpotensi menimbulkan bencana hidrometeorologi berupa banjir, tanah longsor, angin puting beliung, kebakaran hutan, hingga kekeringan.
?Maka mengingat terjadinya bencana yang disebabkan oleh faktor alam ataupun faktor non-alam merupakan peristiwa yang sulit untuk diperkirakan secara tepat dan pasti. Kewaspadaan serta kesiapsiagaan terhadap segala kemungkinan bencana perlu ditingkatkan,?ujarnya.
Demiz sapaan Wakil Gubernur Jabar menambahkan, kewaspadaan dan kesiapsiagaan harus dilakukan dengan terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh mulai dari tahap pra-bencana, pada saat terjadi bencana, sampai dengan paska-bencana, termasuk dengan menambah dan memperkuat Kampung Siaga Bencana, sehingga dampak resiko bencana dapat diminimalisir.
"Kesiapsiagaan terkait sumber daya dan peralatan menjadi sebuah keniscayaan, agar kita dapat memberikan respon secara cepat dan tepat terhadap bencana yang terjadi, terutama pada masa tanggap darurat atau 72 jam pertama yang meliputi pendataan secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan dan sumber daya, penentuan status keadaan darurat bencana, penyelamatan dan evakuasi korban, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan kepada kelompok rentan, serta upaya pemulihan prasarana dan sarana vital," ucapnya.
Ditempat yang sama, Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial Republik Indonesia Harry Hikmat, mengaku yakin TAGANA Provinsi Jawa Barat dapat mengemban amanah ketika Jawa Barat terjadi bencana, satu jam siap berada di tempat, dan selalu berupaya sekeras mungkin, sekuat tenaga melakukan berbagai upaya pertolongan bantuan, dan perlindungan bagi para korban yang terkena bencana alam, maupun bencana sosial.
Akhir-akhir ini kata Harry, terlihat cukup perihatin dengan beberapa bencana yang terjadi di Provinsi Jawa Barat, dari data nasional yang Ia sebutkan, ada 323 Kabupaten/Kota yang termasuk rawan bencana, dan sebagian diantaranya ada di Provinsi Jawa Barat.
"Ada bencana banjir, longsor, pergerakan tanah, mewarnai kehidupan kita dalam beberapa bulan terakhir. Seperti yang terjadi misalkan di Garut, Sumedang, Tasik, dan beberapa tempat lain. Dan kami melihat secara nyata TAGANA hadir berjibaku mendedikasikan dirinya dan melakukan berbagai upaya pertolongan secara militan tanpa kenal lelah, ini wujud dari kedewasaan Taruna Siaga Bencana (TAGANA) menginjak usia yang ke -13 tahun," katanya.
Maka dari itu Ia menyatakan, Kementerian Sosial sangat yakin bahwa kebijakan yang mengutamakan manajemen penanggulangan bencana berbasis komunitas merupakan manajemen pertama dan utama yang perlu diprioritaskan.
Oleh karena itu Harry menuturkan, pihaknya mengapresiasi Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat atas dukungan dan komitmen untuk memastikan bahwa TAGANA selalu siap di tempat, baik pada saat upaya pencegahan, penanganan, maupun paska bencana.
Harry pun menuturkan bahwa Kementerian Sosial membuka ruang selebar-lebarnya untuk seluruh elemen masyarakat untuk menjadi sahabat TAGANA.
"Kita sudah deklarasikan ada Pramuka Siaga Bencana (Pratama), ada RAPI atau radio republik Indonesia yang siap dalam penanganan bencana, ada Mahasiswa Pencinta Alam Siaga Bencana (MAPAGANA), difabel (Difagana), ada pula jurnalis siaga bencana, bahkan beberapa ormas juga telah bergabung sebagai sahabat TAGANA," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait:
Advertisement