Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) mencatat kenaikan total aset sebesar 8,68% dari Rp73 triliun pada 2016 menjadi Rp79,3 triliun hingga April 2017.
"Bentuk aset LPS itu didominasi sebesar 96,2% berupa penempatan investasi, yaitu sebesar Rp76,3 triliun,? kata Direktur Eksekutif Keuangan LPS, Budi Santoso di Jakarta, Kamis (8/6/2017).
Bentuk aset LPS lainnya berupa kas dan piutang sebesar Rp2,7 triliun atau 3,5% dari total aset, aset tetap sebesar Rp111,7 miliar, dan aset lainnya sebesar Rp183,5 miliar atau 0,2% dari total aset. Budi menambahkan pada periode Januari-April 2017, LPS juga membukukan pendapatan sebesar Rp6,9 triliun yang sumbernya dari pendapatan premi Rp5,02 triliun (72,9%), hasil Investasi Rp1,83 triliun (26,6%), Claim Recovery Rp1,5 miliar, dan pendapatan lainnya Rp27,3 miliar (0,4%).
Sementara itu, sesuai dengan UU Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK) pada saat krisis, LPS dapat menerbitkan obligasi guna pendanaan penanganan krisis. Pada April 2017, Fitch Rating telah merilis rating LPS untuk pertama kalinya dan mendapat rating tertinggi, yaitu id AAA stable outlook.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Klaim dan Resolusi Bank LPS, Ferdinan Purba mengungkapkan sejak beroperasi pada 2005 hingga akhir Mei 2017, LPS telah menangani klaim pada 79 bank yang terkena pencabutan izin usahanya dan 76 bank di antaranya telah menyelesaikan proses rekonsiliasi dan verifikasi (rekonver). Dari 79 bank tersebut, jumlah klaim layak bayar mencapai Rp1,2 triliun.
Selama tahun ini, lanjut dia, LPS pun telah menangani tiga bank. Semuanya Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Ketiga BPR ada di Deli Serdang, Jakarta, dan Sidoarjo dengan total simpanan Rp24 miliar.
Ferdinan melanjutkan, simpanan tak layak bayar per Mei 2017 sebesar Rp314 miliar dengan penyebabnya sebagian besar karena bunga simpanannya di atas LPS Rate sebesar 74%. Lainnya disebabkan karena tidak ada aliran dana masuk sebesar (14%) dan menjadi penyebab bank tidak sehat sebesar (12%).
Karena itu untuk meminimalkan simpanan yang tidak layak, LPS terus melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat sebagai nasabah perbankan untuk memperhatikan ketentuan layak bayar yang biasa dikenal dengan 3T, yaitu Tercatat pada pembukuan bank, tingkat bunga tidak melebihi bunga penjaminan, dan tidak ikut menyebabkan bank tidak sehat.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Rizka Kasila Ariyanthi
Tag Terkait:
Advertisement