Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ini Dia, Arahan OJK Untuk Bisnis Grup

Ini Dia, Arahan OJK Untuk Bisnis Grup Kredit Foto: Fajar Sulaiman
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad meminta perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam satu konglomerasi keuangan untuk menumbuhkan budaya baru di dalam menjalankan bisnisnya.

Hal tersebut disampaikan Muliaman saat memaparkan rencana OJK yang akan menerbitkan peraturan OJK tentang Perusahaan Induk Konglomerasi Keuangan (PIKK), yang mewajibkan Konglomerasi Keuangan (KK) memiliki perusahaan induk atau holding company dan membuat definisi baru tentang konglomerasi keuangan.

"Yang penting harus tumbuh budaya baru di bisnis grup itu bahwa mereka itu saling terkait satu sama lain, tidak bisa dipisah-pisah. Ini juga penting bagi para pemiliknya bahwa penguatan anak perusahaan itu sama pentingnya dengan penguatan induk perusahaan," ujar Muliaman di Kantor Pusat OJK, Jakarta, Senin (12/6/2017).

POJK tentang pembentukan PIKK dan perubahan definisi KK sendiri adalah untuk melengkapi dan memperkuat kebijakan pengawasan terintegrasi terhadap konglomerasi keuangan. Menurut Muliaman, peningkatan pengawasan terhadap konglomerasi keuangan harus terus dilanjutkan mengingat dinamikanya terus meningkat.

"Saya kira sesuai dengan amanat Undang-Undang OJK, OJK harus mampu melaksanakan pengawasan lebih terintegrasi," ucapnya.

Kita, lanjut dia, sudah kembangkan dua tahun belakangan ini dengan pendekatan konglomerasi, tentu saja masih banyak yang perlu disempurnakan pendekatannya karena Indonesia kan belum punya Undang-Undang Holding Company.

"Tapi kita coba dengan aturan yang ada di OJK, tentu saja memungkinkan," ujarnya.

Aturan tentang pembentukan PIKK sendiri didasari oleh masukan dari industri dan juga berdasarkan hasil penelitian terhadap praktik yang berlaku di beberapa negara lain. Konsep Entitas Utama (EU) yang digunakan saat ini dinilai memiliki keterbatasan, yaitu EU tidak memiliki kendali terhadap lembaga jasa keuangan lain anggota KK sehingga dapat menyulitkan penerapan manajemen risiko, tata kelola, dan permodalan terintegrasi.

Beberapa negara seperti Malaysia, Korea, dan Singapura, telah menerapkan aturan tentang PIKK atau financial holding company tersebut. Dengan adanya holding company khusus untuk sektor jasa keuangan, maka seluruh aktivitas KK dapat dikonsolidasikan dan dikendalikan oleh PIKK. (ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: