BCA merupakan bank terbesar ketiga dengan laju pertumbuhan aset dan profit paling konsisten kurun lima tahun terakhir. Kalau ditelisik modus mengais laba tidak jauh berbeda dengan bank-bank lainnya. Namun, BCA menawarkan kelebihan kualitas layanan prima.
Ibarat seekor elang yang sedang terbang tinggi, dengan pemindaian mata yang tajam melihat mangsa ratusan meter di bawah, dan dengan kecepatan tinggi Sang Elang bisa menukik, kakinya kokoh mencengkeram buruannya. Analogi burung elang inilah yang dipakai Jahja Setiaatmadja, Presiden Direktur PT Bank Central Asia (BCA) Tbk untuk menggambarkan bagaimana filosofis bank yang dipimpinnya ketika melakukan ekspansi usaha. Dalam memburu sasaran, ibarat seperti seekor elang tadi, BCA tidak mau gembar-gembor agar sasaran tidak kabur. Sebelum menerkam mangsanya, seekor elang akan mencabut bulu-bulu sayap yang sudah patah agar tumbuh bulu baru yang lebih kokoh serta mengusapi sayapnya agar ketika terbang tidak terdengar suara. Dengan kesenyapan itulah, membuat elang lebih leluasa dalam memburu sasaran.
Tahun 2017 ini , BCA mengalokasikan cadangan expenditure (capex) sebesar Rp4 triliun. Rencananya, BCA akan memanfaatkan capex itu untuk belanja dua bank kecil (BUKU I). Bank BUKU I merupakan bank dengan modal di bawah Rp1 triliun. Ibarat seekor elang tadi, BCA pun coba terbang tinggi di cakrawala sambil memelototi 29 bank BUKU I yang akan dibidik. Jahja Setiaatmadja masih tutup mulut, bank mana yang akan disergap. Meski kabar bisik-bisik menyebut salah satu buruannya yakni PT Bank Harda Internasional Tbk, ia lebih memilih senyap seperti elang yang tidak bisa diduga arah gerakannya. Namun begitu melihat sasaran bagus dan siap dicengkeram, serangan akan secepat elang menyergap mangsa. Diperkirakan pada semester II 2017, "mata elang" BCA akan mulai menajamkan fokus sasaran bank yang mana akan dicengkeram.
"Kalau belum-belum kita sudah berkoar-koar, nanti keburu kabur sasarannya," tutur Jahja Setiaatmadja yang sudah menduduki kursi Presdir BCA sejak 2011. Ketika BCA akan ekspansi ke sektor asuransi jiwa, setidaknya membutuhkan waktu dua tahun untuk menelisik perusahaan asuransi mana yang akan dihisapkan menjadi anak usaha perusahaan.
Operasi pun digelar dengan senyap. Pada saat buruan sudah terlihat dan disergap, baru bicara ke publik. Saat ini, BCA tengah memindai bibit, bebet, dan bobot dari bank-bank BUKU I yang akan dihisapkan menjadi anak usaha. Nantinya, kedua bank tersebut akan diolah lagi menjadi bank digital yang melayani segmen pasar yang sedang berkembang di generasi gadget minded. Inilah ceruk pasar yang belum sepenuhnya tergarap oleh BCA saat ini.
Lho, kenapa tidak BCA masuk ke bank digital? Menurut Jahja Setiaatmadja, BCA itu ibarat sebuah kapal induk yang tidak mudah secara serta-merta untuk mengubah haluan biduk kapal saat ini menjadi bank digital, misalnya. Pasalnya, akan ada kerepotan tersendiri dalam menjelaskan dan mengedukasi ke sekitar 14,8 juta pemilik rekening di bank yang tersebar di 1.200 kantor cabang di seluruh Indonesia. Untuk menutup hal itu, BCA akan memakai dua bank kecil yang lebih lincah dan leluasa untuk diformat menjadi bank digital. Kehadiran bank digital akan menambah daftar anggota baru ke-9 dalam keluarga besar bank yang saham mayoritas milik keluarga pabrik rokok Djarum. Apabila niatan itu nantinya terealisasi, diperkirakan BCA akan menjadi bank yang menjadi konglomerasi keuangan yang semakin lengkap dan solid. Tinggal di bisnis asset management yang sampai saat ini BCA belum mau masuk. Pasalnya, agak payah mencari fund manager yang ulung dalam mengelola aset.
BCA punya delapan anak usaha yang bergerak mulai dari bidang perbankan syariah (BCA Syariah), multifinance (BCA Finance, BCA Finance Limited, Central Santosa Finance), asuransi umum (BCA Insurance), asuransi jiwa (BCA Life), sekuritas (BCA Sekuritas), dan financial technology yang baru didirikan pada awal 2017 (PT Central Capital Ventura). Dari delapan anak usaha BCA tersebut, kinerja yang paling moncer diperlihatkan BCA Finance yang memiliki aset kelolaan Rp43,3 triliun dengan perolehan laba Rp1,1 triliun pada 2016. Di luar BCA Finance, belum ada anak usaha yang membukukan laba di atas Rp500 miliar atau tembus triliunan rupiah. Jadi, di atas kertas, mesin uang di Grup BCA memang masih dari sektor perbankan, khususnya BCA.
Sumber: Majalah?Warta Ekonomi?Edisi VI
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait:
Advertisement