Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Menikmati 'Selingkuh' di Pulau Pramuka

Menikmati 'Selingkuh' di Pulau Pramuka Pemudik dan warga menggunakan kapal nelayan sebagai sarana angkutan penumpang dan barang meninggalkan Perairan Ulee Lheu di Banda Aceh, Aceh, Kamis (22/6). Mayoritas pemudik tujuan Pulau Aceh dan beberapa pulau lainnya di Provinsi Aceh, kecuali Pulau Weh, masih menggunakan kapal nelayan sebagai moda transportasi, walau pemerintah telah menyediakan kapal Roro KMP Papuyu. | Kredit Foto: Antara/Irwansyah Putra
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pengunjung di Kepulauan Seribu, Jakarta, pasti agak kaget mendengar kata "selingkuh" yang akrab di antara para penjaga makanan khas di daerah tersebut.

Selingkuh tidak lain adalah nama kue khas asal Kepulauan Seribu dan salah satu dari beberapa jajanan dengan nama yang aneh-aneh. "Saya juga tidak tahu kenapa dinamakan kue selingkuh," kata Kulsum, seorang pemilik warung yang menyediakan berbagai makanan khas Kepulauan Seribu di Pulau Pramuka, Senin (26/6/2017).

Wanita berusia sekitar 50 tahun yang akrab disapa Cucum tersebut mengakui bahwa sejak ia mulai berdagang sekitar 30 tahun yang lalu di kios dekat dermaga, nama kue selingkuh itu sudah akrab di telinga warga Pulau Pramuka dan pulau-pulau lain di Kepulauan Seribu. Kulsum pun tidak merasa perlu untuk melakukan survei ilmiah untuk mengetahui lebih jauh asal usul nama tersebut.

"Dari dulu namanya begitu, ya sampai sekarang pun tidak ada yang mempermasalahkannya. Malah terdengar unik dan membuat orang penasaran untuk membeli," kata Kulsum sambil tertawa. Dari puluhan penjaja makanan yang ada di Pulau Pramuka, mulai dari nenek-nenek sampai remaja, tidak satu pun yang bisa menjawab ketika ditanya bagaimana kue tersebut bisa dinamakan selingkuh.

"Tidak tahu ya, siapa orang yang pertama kali memberi nama kue selingkuh itu," kata Poppy, pedagang makanan berusia sekitar 18 tahun yang juga menempati kios di sekitar dermaga tersebut. Kue selingkuh ternyata tidak sedahsyat namanya dan proses pembuatannnya juga sangat sederhana. Dengan bahan baku beras yang dibungkus dengan daun pisang serta diisi abon ikan, maka jadilah kue selingkuh yang mirip lontong dan siap disantap.

Kue selingkuh hanyalah salah satu dari beberapa nama kue yang terdengar aneh bagi kebanyakan orang, bahkan terkesan porno. Salah satu nama jenis kue yang barangkali tidak terbayangkan oleh warga Jakarta dan sekitarnya adalah kue "peler berdebu". Kue tersebut dibuat dari ubi yang ditumbuk dengan sagu, diisi dengan gula merah, lalu dikukus.

Di tempat lain, kue tersebut mirip dengan klepon yang bisa dimakan dengan dicampuri ampas kelapa. Barangkali karena terdengar jorok dan tidak sopan bagi mereka yang berasal dari luar Kepulauan Seribu, nama kue itu diperhalus menjadi onde-onde.

Jenis kuliner lain yang tidak kalah unik adalah "janda mengandang" dan "janda kecemplung". Kue janda mengandang dibuat dari bahan dasar tepung beras, sagu, dan ampas kelapa. Adonan tepung beras, sagu, dan ampas kelapa dikusus dan setelah matang, dimakan dengan bumbu tambahan air gula merah.

Menurut penduduk setempat, janda mengandang dibuat sebagai bekal untuk para suami yang pergi kelaut dan belum bisa dipastikan apakah mereka akan kembali pulang ke rumah. Sementara janda kecemplung terbuat dari tepung terigu dan gula yang dibuat dalam bentuk bulat, lalu dikukus. Setelah matang, ia dicelupkan dalam cairan air gula jawa lalu dicampur dengan ampas kelapa.

Dalam buku berjudul Ringkas Sejarah Kultur Budaya Pulau Panggang yang ditulis Sudiman, disebutkan bahwa secara umum, Kepulauan Seribu memiliki jenis kuliner dibagi dalam empat jenis yang berbeda dan berfungsi sesuai dengan keperluan. Keempat jenis tersebut adalah makanan yang dikonsumsi untuk keseharian, keperluan hajatan, perayaan Hari Raya dan untuk ritual khusus bila ada anggota keluarga yang meninggal dunia.

Kepulauan Seribu, salah satu dari sepuluh destinasi wisata yang menjadi prioritas utama pemerintah untuk mencapai target kunjungan 20 juta wisatawan pada 2019 secara nasional, berusaha mengembangkan berbagai atraksi budaya untuk menarik kunjungan, termasuk kuliner, selain keindahan pantai dan bawah laut.

Namun berdasarkan pemantaun Antara di beberapa tempat di Pulau Pramuka saat libur Lebaran 2017, wisata kuliner yang pada umumnya mengandalkan hasil laut, belum tertata dengan baik dan masih dikelola secara tradisional, berbeda dengan tempat wisata lain seperti Ancol. Masih banyak pedagang makanan yang belum memperhatikan kebersihan dengan mengolah makanan di tempat terbuka, sehingga dikerubuti oleh lalat.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rizka Kasila Ariyanthi

Advertisement

Bagikan Artikel: