Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Begini Manfaat GWM Rata-Rata bagi Bank Besar dan Kecil

Begini Manfaat GWM Rata-Rata bagi Bank Besar dan Kecil Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Bank Indonesia (BI) baru-baru ini menerapkan Giro Wajib Minimun (GWM) Primer Averaging atau rata-rata. Aturan ini dinilai memberi keleluasaan bagi bank dalam mengelola likuiditasnya karena dana yang disimpan di bank sentral tidak dihitung secara harian. Lalu, bagaimana dampaknya terhadap bank besar dan bank kecil?

Menanggapi hal ini, ekonom Bank Central Asia David Sumual menyatakan persetujuannya bahwa penerapan GWM rata-rata dapat membantu bank-bank dalam mengelola likuiditasnya.

"Saya perkirakan dengan kondisi makro yang semakin baik, pertumbuhan kredit akan makin baik di semester dua," ujarnya di Jakarta, Kamis (6/7/2017).

Dia pun berharap agar suatu saat nanti ada kemungkinan diperlukan pelonggaran GWM primer karena GWM rata-rata hanya sebatas membantu pengelolaan likuiditas saja. "Mungkin bisa dengan porsi GWM-nya diturunkan sedikit untuk release liquidity," ujarnya.

Sementara Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengungkapkan implementasi GWM primer rata-rata merupakan bagian dari reformulasi kerangka operasional kebijakan moneter BI guna meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter.

"Menurut saya, GMW merupakan best practice yang diterapkan oleh bank sentral di dunia di mana survei menunjukkan bahwa dari 113 negara, 92 negara (81%) sudah menerapkan GWM Rata-rata," kata dia kepada media.

Dia membenarkan bahwa untuk bank besar, implementasi GWM Rata-rata membuka peluang untuk gapping penempatan ke tenor yang lebih panjang guna meningkatkan efisiensi pengelolaan likuiditas dan enhance return. GWM Rata-Rata juga meredam gejolak likuiditas dari ketidakpastian timing dan besaran aliran dana nasabah sehingga dapat mengurangi tekanan volatilitas suku bunga PUAB.

Sementara bagi bank kecil, khususnya dengan likuiditas terbatas, penerapan GWM rata-rata akan bermanfaat untuk mengurangi temporary liquidity shock dan dimungkinkan untuk menunda transaksi pinjam d/r pemenuhan GWM. Jika memiliki likuiditas berlebih, bank dapat memanfaatkan untuk mencukupi perkiraan kebutuhan likuiditas yang meningkat pada hari lainnya.

"Meskipun dampaknya diperkirakan marginal pada tambahan likuiditas bank, namun GWM rata-rata yang utama adalah memberikan fleksibilitas perbankan dalam mengelola likuiditas yang pada akhirnya mendorong efisiensi perbankan," jelasnya.

Selain itu, menurutnya, GWM rata-rata berdampak positif pada pendalaman pasar keuangan di mana akan mendorong lengthening tenor di pasar PUAB (> O/N) serta mendorong transaksi repo.

"Menurut saya, bagi bank-bank dengan kondisi likuiditas yang terbatas, justru didorong untuk melakukan transaksi repo antar bank mengingat sebelumnya OJK juga sdh meluncurkan Global Master Repurchase Agreement (GMRA) Indonesia yang menjadi landasan pelaksanaan transaksi repo sedemikian sehingga mendorong pendalaman pasar keuangan," ungkapnya.

Josua pun memberikan data terakhir yang menunjukkan sudah 74 bank yang menandatangani GMRA tersebut. Dengan demikian kondisi likuiditas perbankan pun menjadi semakin manageable yang pada akhirnya dapat mengoptimalkan fungsi intermediasi perbankan dalam rangka penyaluran kredit.

"Data menunjukkan bahwa kondisi likuiditas perbankan pun cenderung terkendali dengan rasio alat Likuid/DPK pada bulan Mei yang mencapai 21,7% meningkat dari bulan Desember 2016 yang mencapai 21,6%," tutupnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: