Ekspor Menurun, Stok Kelapa Sawit Malaysia Alami Sedikit Peningkatan
Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Persediaan minyak kelapa sawit di Malaysia kemungkinan hanya akan mengalami sedikit peningkatan pada bulan Juni, karena ekspor dari produsen terbesar kedua di dunia tersebut merosot, namun penurunan yang belum pasti dalam produksi, dapat menjadi landasan jika persediaan stok masih dapat berubah, menurut sebuah jajak pendapat Reuters.
Dengan hanya sedikit kenaikan untuk persediaan, penurunan produksi terlihat mendukung patokan harga minyak kelapa sawit yang telah meningkat ke level tertinggi sejak 26 Mei. Harga kelapa sawit naik menjadi 2.559 ringgit ($595,53) per ton, pada awal perdagangan pada hari Kamis (6/7/2017), Sejalan untuk sesi kenaikan keempat secara berturut-turut. [POI/]
Persediaan akhir diperkirakan akan sedikit meningkat di bulan Juni, naik sebesar 0,2 persen menjadi 1,56 juta ton dari bulan sebelumnya, menurut rata-rata respons dalam sebuah survei terhadap sembilan pedagang, pekebun dan analis. Ini akan menjadi tingkat terendah persediaan Juni sejak 2010.
Jatuhnya ekspor kemungkinan akan mempengaruhi pada kenaikan stok, karena permintaan musiman menjelang bulan puasa Ramadan menurun. Ekspor bulan lalu diperkirakan turun sebesar 8,2 persen dari Mei menjadi 1,38 juta ton, penurunan bulanan pertama dalam masa empat bulan, jajak pendapat Reuters menunjukkan.
Ketika Ramadan para umat Islam puasa seharian dan berakhir dengan perayaan Idul Fitri secara serentak, yang otomatis meningkatkan konsumsi minyak kelapa sawit untuk keperluan memasak di India, Indonesia, Malaysia dan juga Timur Tengah.
Pembeli biasanya sudah menyiapkan stok minyak kelapa sawit jauh-jauh hari sebulan sebelum Ramadan, yang dimulai pada akhir Mei tahun ini.
"Ekspor yang melemah pada bulan Juni disebabkan oleh melemahnya permintaan dari China, India dan Uni Eropa yang notabene negara-negara konsumen utama komoditas tersebut, mungkin telah melakukan upaya penyimpanan menjelang perayaan Ramadan," ujar Ivy Ng, kepala penelitian perkebunan di CIMB Investment Bank, sebagaimana dikutip dari laman Reuters, di Jakarta, Kamis (6/7/2017).
"Turunnya permintaan dari China bisa disebabkan oleh impor kedelai yang lebih tinggi dan aktivitas penghancuran," tambahnya.
Minyak kedelai China, saingan minyak biji sawit, telah turun lebih dari 15 persen sejak awal tahun karena limpahnya pasokan minyak nabati siap makan yang beredar di pasaran, mengurangi kebutuhan akan impor minyak sawit dari produsen papan atas yaitu, Malaysia dan Indonesia.
Survei tersebut juga memperkirakan penurunan produksi pada 1,62 juta ton pada bulan Juni, turun 2,1 persen dari 1,65 juta ton di bulan Mei.
Produksi minyak kelapa sawit diperkirakan akan meningkat sejalan dengan tren musiman di paruh kedua tahun ini, namun produksi Juni terlihat turun akibat Idul Fitri, liburan yang menandai berakhirnya bulan Ramadan, saat para pekerja cuti bekerja.
"Produksi bijak, kami merasa pertumbuhannya sedikit melemah bulan ini karena para pekerja akan berlibur untuk merayakan Idul Fitri," ujar seorang pedagang dengan operator perkebunan.
Indonesia dan Malaysia, yang memproduksi hampir 90 persen minyak sawit global, adalah negara berpenduduk mayoritas Muslim yang merayakan Ramadan dan Idul Fitri, dan menyebabkan kekurangan pekerja untuk panen buah.
Angka rata-rata dari survei Reuters menyiratkan konsumsi Malaysia 285.619 ton pada bulan Juni. Data resmi akan dirilis oleh Malaysian Palm Oil Board setelah pukul 0430 GMT pada 10 Juli.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Hafit Yudi Suprobo
Editor: Hafit Yudi Suprobo
Tag Terkait:
Advertisement