Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Implikasi Hukum Komunikasi Krisis Kefarmasian

Implikasi Hukum Komunikasi Krisis Kefarmasian Pakar Manajemen Komunikasi Krisis Kesehatan Karyanto. Karyanto mengatakan pijakan mendasar dari komunikasi krisis adalah merespons dengan sangat cepat untuk menginformasikan fakta yang akurat dan jujur kepada stakeholder. | Kredit Foto: Karyanto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pelayanan kefarmasian- sebagai bagian dari pelayanan pengobatan memiliki empat unsur yang sangat mempengaruhi derajat kualitas pelayanan, yaitu aksesibilitas, kualitas, kontinuitas, dan efisiensi.

"Jika keempat unsur tersebut dipenuhi maka pasien/masyarakat dapat mendapatkan pelayanan kefarmasian yang baik," demikian ditegaskan Pakar Manajemen Komunikasi Krisis Kefarmasian Karyanto kepada WartaEkonomi.co.id dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa (15/8/2017).

Produk farmasi yang digunakan oleh pasien/masyarakat memiliki risiko yang tinggi jika tidak berkualitas atau tidak sesuai standar Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dalam proses produksi. Produk farmasi ketika digunakan akan berinterksi dengan tubuh, terjadi proses transformasi/metabolisme menjadi produk metabolit yang lebih polar sehingga lebih mudah dieksresikan terutama melalui urin.

Sarjana Farmasi lulusan?UGM yang memiliki pengalaman sebagai praktisi komunikasi perusahaan lebih dari 10 tahun ini menjelaskan bahwa peran farmasis dalam pharmaceutical care yaitu melayani masyarakat sebagai profesional yang bertanggung jawab atas penggunaan obat yang rasional agar tercapai hasil terapi yang optimal.

Aspek hukum yang dapat menjerat karena terjadinya malpraktik dalam pharmaceutical care adalah berupa pidana, perdata, dan administrasi. Terkait dengan ini, farmasis harus paham aspek hukum atas pelayanan dan praktik kefarmasian yang dilakukannya.

"Farmasis, produsen, distributor, dan peritel produk farmasi juga harus memahami manajemen komunikasi krisis agar terhindar dari implikasi hukum atas praktik kefarmasiannya," Karyanto mengingatkan.

Best Practice Komunikasi Krisis Kefarmasian

Mengutip pendapat pakar corporate communication, Paul A Argenti- The Tuck School of Business Dartmouth College (2013: 195), ada empat kondisi yang umum terjadi dalam krisis, yaitu (1) the element of surprise- elemen kejutan yang tidak terduga; (2) insufficient information- informasi yang tidak mencukupi; (3) the quick pace of event- kejadiannya sangat cepat; (4) intense secrutiny- adanya penelitian yang intensif.

Sangat disayangkan, lanjut founder PT Global Medisina Indonesia ini, banyak tenaga profesi/perusahaan yang menganggap remeh fungsi manajemen komunikasi krisis sehingga baru care setelah krisis terlanjur menjalar dan mengancam reputasi.

"Fungsi komunikasinya seperti alat pemadam kebakaran, krisis sudah membakar, lantas farmasis/pihak manajemen perusahaan baru menyadarinya. Semuanya menjadi terlambat," dia menambahkan.

Berikut ini, 15 Best Practice Komunikasi Krisis Kefarmasian?yang direkomendasikan Karyanto yaitu

1. Buat pedoman komunikasi krisis sebagai best practice;

2. Tetapkan perencanaan hadapi krisis;

3. Bentuk tim krisis yang kompeten;

4. Lakukan simulasi krisis bersama tim terkait;

5. Tunjuk juru bicara yang cakap;

6. Siapkan saluran komunikasi internal dan eksternal yang sesuai dengan jenis krisis;

7. Jadikan media massa sebagai mitra;

8. Berikan informasi yang akurat dan jujur;

9. Segera respons krisis dengan seksama;

10. Lakukan audit sistem/pedoman komunikasi krisis agar terbarui;

11. Pastikan semua proses bisnis di perusahaan/organisasi comply dengan aturan yang berlaku;

12. Tangani dengan tuntas setiap komplain pelanggan, siapa tahu hal ini dapat menjadi early warning akan datangnya krisis;

13. Janggan panik, tetap bersikap tenang, pastikan SOP krisis diimplementasikan dengan baik;

14. Lakukan komunikasi dengan para pihak (otoritas berwenang, mitra bisnis, komunitas profesi kesehatan, komunitas pelanggan) pada waktu yang tepat untuk menjelaskan krisis yang terjadi;

15. Jika diperlukan, lakukan advokasi untuk memastikan agar di kemudian hari tidak terjadi krisis serupa atau libatkan konsultan komunikasi krisis/konsultan hukum untuk mendampingi dan memberikan saran-saran yang bernas.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Cahyo Prayogo
Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: