Pemerintah Republik Indonesia perlu meningkatkan tekanan dalam bidang diplomasi kepada pemerintahan Myanmar terkait tragedi yang menerpa etnis Rohingya, kata Anggota Fraksi PDIP DPR RI Eva Kusuma Sundari.
"Pemerintah harus menaikkan tekanan pada militer Myanmar untuk mengakhiri pembantaian, pembakaran, dan pengusiran massal," kata Eva di Jakarta, Senin (11/9/2017).
Menurut dia, potensi diskriminasi juga terjadi karena selama ini tidak ada etnis Rohingya yang menduduki posisi strategis di negara kawasan Asia Tenggara itu. Dia bahkan menduga ada semacam strategi bumi hangus karena yang dilakukan militer Myanmar berlebihan seperti perumpamaan "mengambil tikus dengan membakar rumah".
Politisi PDIP itu juga mengingatkan bahwa hal yang terjadi terhadap etnis Rohingya bukan hanya saat ini saja tetapi sudah terjadi sejak berdekade-dekade yang lalu.
Sebagaimana diwartakan, pengamat militer dan intelijen, Susaningtyas Kertopati berpendapat ada beberapa tahapan sebelum mengirimkan Pasukan Perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke wilayah Rakhine, Myanmar untuk membantu etnis Rohingya, salah satunya resolusi Dewan Keamanan PBB.
"Aturan PBB mengacu pada mekanisme pengiriman Pasukan PBB setelah ada resolusi PBB. Resolusi bisa diajukan oleh salah satu negara anggota PBB melalui general assembly atau pengajuan salah satu negara anggota security council, baik yang permanen atau yang nonpermanen," kata Susaningtyas.
Resolusi PBB, papar dia, juga bisa dinyatakan oleh Sekjen PBB setelah menerima laporan resmi Tim Investigasi atau Pencari Fakta yang dibentuk PBB.
Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan Pemerintah Indonesia siap menjadi mediator yang menjembatani negara-negara Islam untuk menyelesaikan krisis di Myanmar.
"OKI berharap mengajak Indonesia bekerja sama untuk bisa menyelesaikan kasus di Rohingya. Saya katakan nanti bisa kita bicarakan programnya dengan Sekjend OKI," kata Wapres usai Konferensi Tingkat Tinggi Organisasi Kerja sama Islam (KTT OKI) pertama tentang ilmu pengetahuan dan teknologi di The Palace of Independence di Astana, Kazakhstan, Minggu (10/9/2017).
Wapres mengatakan, terkait krisis yang terjadi di negara bagian Rakhine, Myanmar, tersebut sebenarnya Indonesia sudah melakukan apa yang negara lain tidak bisa lakukan karena negara lain sulit masuk ke Myanmar.
Sebelumnya, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menginginkan ASEAN segera menggelar Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) darurat membahas permasalahan kekerasan dan penderitaan etnis Rohingya di Myanmar.
"Kami harap Pak (Presiden) Jokowi bisa mengambil inisiatif, melakukan hotline kepada seluruh kepala negara di ASEAN untuk mengajak segera digelar KTT Darurat ASEAN. Jika perlu Indonesia bisa bertindak sebagai tuan rumah," kata Presiden PKS Mohamad Sohibul Iman.
Presiden PKS mengapresiasi dan mendukung langkah diplomasi Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi patut diapresiasi dan didukung. Namun dirinya mengingatkan perlunya ada jangka waktu untuk bisa dievaluasi terkait seberapa jauh tindak kekerasan dapat dihentikan. (CP/Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait:
Advertisement