Memecah kebisuannya atas kekerasan di negara bagian Rakhine di Myanmar yang telah mengirim ratusan ribu Muslim Rohingya ke Bangladesh, pemimpin de facto negara Aung San Suu Kyi telah mengutuk "semua pelanggaran hak asasi manusia" di sana.
Dalam pidato yang sangat dinanti untuk negara tersebut dari ibu kota, Naypyitaw, dirinya mengatakan pada hari Selasa bahwa dia "merasa prihatin" atas penderitaan orang-orang yang terjebak dalam krisis tersebut, dan memperingatkan bahwa setiap orang yang bertanggung jawab atas pelanggaran akan menghadapi sanksi.
Namun, Suu Kyi gagal menangani tuduhan PBB atas kampanye "pembersihan etnis" terhadap Rohingya oleh militer Myanmar, sebuah serangan yang telah memaksa lebih dari 420.000 orang Rohingya untuk melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh.
Sebaliknya, dirinya malah menyarankan kelompok minoritas tersebut sebagian bertanggung jawab, dengan mengatakan "mayoritas besar" umat Islam di wilayah ini tinggal dan bahwa "lebih dari 50 persen desa mereka utuh", sebagaimana dikutip dari Al Jazeera, Rabu (20/9/2017).
Suu Kyi, yang partainya menang telak pada tahun 2015 yang mengakhiri lima dekade dominasi tentara, juga mengatakan bahwa pemerintahnya siap untuk memulai "proses verifikasi" setiap saat untuk mengembalikan pengungsi yang telah melarikan diri dari kekerasan tersebut.
Myanmar, sebuah negara yang mayoritas warganya beragama Buddha telah bertahun-tahun menghadapi kritik atas perlakuannya terhadap lebih dari satu juta Rohingya yang ditolak kewarganegaraannya oleh otoritas Myanmar dan terus berjuang untuk dapat mengakses layanan-layanan umum.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Hafit Yudi Suprobo
Editor: Hafit Yudi Suprobo
Advertisement