Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai kasus kecurangan (fraud) dalam industri asuransi harus menjadi perhatian penting dan dihadapi secara serius agar kredibilitas dan kepercayaan publik terhadap industri asuransi tetap terjaga.
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Riswinandi mengatakan, isu fraud pada industri asuransi telah menjadi perhatian industri asuransi secara global. Beberapa penelitian menunjukkan adanya peningkatan kerugian pada industri asuransi akibat meningkatnya fraud.
"Misalnya, hasil dari survei tahun 2016 oleh European Federation of Insurance Companies memperkirakan bahwa biaya fraud telah mencapai 10% dari total klaim yang dibayarkan industri asuransi. Fraud juga telah diklasifikasikan sebagai salah satu dari 10 risiko utama dalam Global Risk Report pada tahun 2016 dan 2017 yang diterbitkan oleh World Economic Forum," ujar Riswinandi dalam acara 23 th Indonesia Rendezvous yang digagas Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) di Nusa Dua, Bali, Kamis (12/10/2017).
Selain itu, lanjutnya, lebih dari 200 otoritas yang merupakan regulator dan pengawas asuransi di lebih dari 140 negara yang tergabung dalam International Association of Insurance Supervisors (IAIS), telah memasukan "countering fraud" sebagai salah satu Insurance Core Principles (ICP).
ICP adalah prinsip pengawasan yang merupakan best practices dan telah menjadi standar pengaturan bagi pengawas asuransi secara global. Terkait dengan fraud, ICP menyatakan bahwa pengawas mewajibkan perusahaan asuransi dan intermediaries untuk menyusun langkah-langkah yang efektif dalam mencegah, mendeteksi, melaporkan, dan menindaklanjuti penanganan fraud dalam perusahaan.
Sejalan dengan perkembangan global tersebut, Riswinandi mengatakan, OJK selaku pengawas industri asuransi telah menerapkan beberapa langkah dalam memitigasi risiko fraud.
"Pengawasan yang kami lakukan dalam memitigasi risiko tersebut tidak hanya dilakukan melalui pengawasan on-site dan off-site. Tetapi, telah kami terapkan sejak dilakukannya proses perizinan oleh Perusahaan Asuransi kepada OJK," ungkapnya.?
Dari perspektif regulasi, OJK juga telah mengambil langkah dengan menerbitkan Peraturan OJK Nomor 69 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah, dimana pada Bab VIII secara khusus mengatur mengenai fraud.
Pedoman yang lebih rinci mengenai penganan fraud selanjutnya diatur melalui Surat Edaran OJK nomor 46 Tahun 2017 tentang Pengendalian Fraud, Penerapan Strategi Anti Fraud, dan Laporan Strategi Anti Fraud bagi Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, Perusahaan Reasuransi Syariah, atau Unit Syariah.?
Inti dari surat edaran tersebut, jelas Riswinandi, adalah menekankan pentingnya peran Dewan Komisaris dan Dewan Direksi dalam menangani fraud. Dimana manajemen perusahaan diminta untuk melakukan pengawasan aktif untuk mengendalikan fraud, membentuk unit kerja atau fungsi khusus yang bertugas menangani pengendalian fraud dan melakukan edukasi serta pelatihan antifraud.
"Kemudian pengimplementasian strategi antifraud yang memuat mekanisme pencegahan, deteksi, dan investigasi serta sistem pelaporan, sanksi, evaluasi dan tindak lanjut, serta penyampaian laporan strategi antifraud secara berkala dan laporan setiap fraud yang dapat berdampak negatif terhadap perusahaan," tegasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fauziah Nurul Hidayah
Tag Terkait:
Advertisement