Indonesia dan Australia menjajaki kerja sama bilateral untuk pemberlakuan tarif bea masuk nol persen. Pembebasan bea masuk ini akan diterapkan untuk tiga komoditas unggulan dari masing-masing negara.
Perundingan yang merupakan bagian dari Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia ini diharapkan memacu pertumbuhan industri kedua negara melalui perluasan pasar ekspor.
"Kami akan pelajari terlebih dahulu karena ini merupakan pembahasan dari implementasi free trade agreement. Jadi, harus diperhitungkan keuntungan dan kerugiannya," kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto seusai menerima Duta Besar Australia untuk Indonesia Paul Grigson di Jakarta, kemarin (12/10/2017).
Airlangga mengungkapkan bahwa Australia meminta kepada Indonesia agar tiga komoditasnya bisa bebas bea masuk, yaitu susu (skim milk dan skim milk powder), copper cathode, serta baja (hot rolled coil dan cold rolled coil). Sebagai gantinya, Australia memberi tawaran bea masuk nol persen untuk tiga komoditas potensial tanah air.
"Mereka menawarkan untuk ditukar dengan tekstil, footwear (alas kaki), dan clothing (pakaian) yang bea masuknya juga menjadi nol persen," ujarnya.
Menurut Airlangga, pembebasan bea masuk tersebut menjadi peluang besar bagi industri Indonesia untuk terus tumbuh dan berkembang. Misalnya, di sektor tekstil dan produk tekstil (TPT). Saat ini, lanjutnya, Tiongkok dan Vietnam sudah dikenakan bea tarif nol persen. Sementara ekspor produk tekstil Indonesia ke Amerika dan Eropa masih kena bea masuk 5-20%. "Dengan pembebasan bea masuk ini, industri kita akan semakin kuat," ungkapnya.
Airlangga berharap kolaborasi ini dapat lebih meningatkan daya saing dan produktivitas bagi sektor manufaktur nasional melalui penyediaan bahan baku berkualitas. Pasalnya, selama ini Indonesia masih banyak dikenakan tarif bea masuk ke pasar tradisional seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa. "Ini karena kita punya daya saing tinggi sehingga mereka pasang barikade juga," jelasnya.
Industri TPT nasional mampu menunjukkan daya saingnya di tingkat global. Pasalnya, sektor andalan ini telah terintegrasi dari hulu sampai hilir dan produknya dikenal memiliki kualitas yang baik di pasar internasional. "Khusus untuk industri shoes and apparel sport, kita sudah melewati Tiongkok. Bahkan, di Brazil, kita sudah menguasai pasar di sana hingga 80%," ucap Airlangga.
Sementara itu, Dirjen Ketahanan dan Pengembangan Akses Industri Internasional (KPAII) Kemenperin Harjanto mengemukakan pihaknya tidak akan langsung menyetujui usulan Australia tersebut. Hal ini dikarenakan diperlukan perhitungan yang komprehensif agar bisa saling menguntungkan.
Harjanto mengusulkan, Australia bisa menggunakan skema User Specific Duty Free Scheme (USDFS). Artinya, preferensi tarif nol persen dapat diberikan jika ada investasi yang masuk. Dengan demikian, masih ada nilai tambah dan Indonesia bisa melakukan ekspor ke negara lain.
"Bahan baku boleh saja dari mereka ke kita. Akan tetapi, investasi harus masuk sehingga ada transfer teknologi. Dengan begitu, walaupun kita masih impor bahan baku, tetapi memiliki kemungkinan untuk ekspor produk turunannya," tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Fauziah Nurul Hidayah
Tag Terkait:
Advertisement