Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Sumatera Barat menyatakan konsumen memiliki hak untuk menggunakan jasa angkutan dalam jaringan yang menawarkan pelayanan lebih baik dari jasa angkutan konvensional.
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sumbar Dahnil Aswad mengatakan angkutan konvensional harus memperbaiki pelayanan yang mereka berikan kepada konsumen jika tidak ingin ditinggalkan pelanggannya.
"Dalam hal ini pemerintah tidak dapat melarang angkutan daring ini beroperasi, mereka harus membuat regulasi agar perusahaan itu dapat berkontribusi terhadap daerah melalui pajak," kata dia di Padang, Rabu (18/10/2017).
Saat ini aplikasi layanan angkutan daring merupakan bisnis yang sedang melejit di dunia sehingga pemerintah pusat harus segera membuat regulasi terkait jasa angkutan daring ini.
"Apabila belum ada regulasi maka pemasukan dari sektor pajak tidak akan dapat ditarik dari perusahaan berbasis teknologi tersebut," kata dia.
Ia mengakui pelayanan yang ditawarkan oleh angkutan daring lebih baik dari angkutan konvensional terutama dalam harga jasa pelayanan. Selain itu pelayanan yang diberikan oleh angkutan daring melayani konsumen cepat sampai ke tempat tujuan. Hal ini yang harus dimiliki oleh angkutan konvensional agar konsumen tetap menggunakan jasa mereka.
"Biar masyarakat yang memilih jasa angkutan mana yang akan mereka gunakan. Saya berharap pemerintah pusat segera mengeluarkan aturan hukum terkait angkutan daring ini," ujarnya.
Sebelumnya, Organisasi Angkatan Darat (Organda) Sumatera Barat menolak keberadaan angkutan daring yang tidak berizin di daerah itu dan meminta penegak hukum melakukan penindakan.
"Perusahaan aplikasinya memang berizin, tetapi angkutan yang digunakan tidak. Kalau tetap beroperasi, harus ditindak secara hukum," kata Ketua Organda Sumbar S Budi Syukur.
Menurut dia, angkutan daring sudah menjadi fenomena di Indonesia. Persoalannya, operator aplikasi seperti Gocar, Grab, Uber, Gojek dan lainnya tidak menggunakan angkutan yang memiliki izin dan lebih dominan menggunakan angkutan pribadi. Ia menilai seharusnya perusahaan tersebut menggunakan angkutan berizin seperti bekerja sama dengan taksi berizin, angkot atau lainnya sehingga tidak menyalahi aturan.
"Jika menggunakan kendaraan pribadi, tentu tidak ada izin angkutan. Ini yang kita tolak," kata dia. (CP/Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo
Advertisement