Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kenaikan Cukai Tembakau 10,04% Memberatkan Industri Rokok

Kenaikan Cukai Tembakau 10,04% Memberatkan Industri Rokok Kredit Foto: Fajar Sulaiman
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemerintah memutuskan akan menaikkan cukai rokok sebesar 10,04%, yang akan berlaku mulai 1 Januari 2018 mendatang. Keputusan kenaikan cukai rokok itu disampaikan oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati usai melakukan Rapat Terbatas yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu.?

Menanggapi hal itu, Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) menilai kenaikan cukai rokok sebesar rata-rata 10,04% akan memberatkan industri rokok/kretek di Indonesia. Pasalnya, untuk mengejar target produksi rokok tahun 2017 ini saja masih cukup berat. Hingga saat ini produksi rokok baru mencapai 77 persen dari target 331,6 miliar batang.

"Kami memandang pesimis mengingat kondisi pasar ini memang sedang tidak bersahabat. Produksinya baru 77 persen, bila tahun 2016 itu (produksinya) mencapai 342 miliar batang. Tahun ini bisa sama saja sudah bagus," ujar Ketua Gappri Ismanu Soemiran dalam diskusi media di Jakarta, Selasa (24/10/2017).

Dirinya menjelaskan pihaknya juga memahami niatan baik pemerintah dalam rangka mendorong peningkatan kesehatan masyarakat dan mengamankan APBN. Namun demikian, Gappri mengingatkan pemerintah untuk lebih memperhatikan kondisi industri khususnya rokok yang saat ini sedang tak bergairah.

"Setiap tahun kita pasti membutuhkan kenaikan harga jual rokok. Itu pasti karena inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan faktor X. Tampaknya, kami sudah bisa membaca, kenaikan ini tidak bisa satu digit," ungkapnya.

Namun, ketika muncul cukai tembakau akan dinaikan 10,04 persen responsnya bermacam-macam. "Jadi, memang cukup sulit memperbincangkan (masalah rokok) ini," tutur Ismanu.

Terbukti, katanya, wacana tarif cukai rokok ini dibahas sampai ke tingkat Presiden. Menurutnya, kalau sudah sampai ke tingkat tersebut berarti ada sesuatu yang urgent di industri. "Sebab pemerintah kalau kita baca, pemerintah itu ada di tengah. Sebelah kanan itu konsumen, di sebelah kiri itu industri kami. Di bawah ini proyek pemerintah dan di atas ini pasar. Nah, pemerintah punya suatu kewajiban untuk memberikan kekuatan terhadap daya beli konsumen," tandasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fauziah Nurul Hidayah

Advertisement

Bagikan Artikel: