Kuasa hukum Buni Yani, Syawaluddin, mendatangi Pengadilan Negeri Bandung untuk mengajukan permohonan banding atas putusan terhadap dirinya. Ia mengatakan tujuan kedatangan mereka dalam rangka mendaftarkan berkas pengajuan banding. Tak hanya itu, mereka juga meminta salinan putusan hakim untuk menjadi dasar dalam nota banding nanti.
"Kita akan legalisir surat kuasa untuk banding. Kami mengajukan akta permohonan bandingnya. Lalu, meminta salinan putusan kemarin sebagai dasar dalam mengajukan banding nanti," ujar Syawaluddin kepada wartawan di Bandung, Senin (20/11/2017).
Syawaluddin merasa yakin Buni Yani tidak bersalah dalam perkara tersebut. Pasalnya, dalam persidangan tidak ada bukti yang menyatakan Buni Yani bersalah. Terlebih, Pasal 32 Ayat (1) UU No 11 Tahun 2008 tentang ITE yang dinilai hakim dilanggar Buni Yani tidak sesuai.
"Sejak awal tak ada saksi fakta, bukti surat, juga ahli yang diperiksa oleh penyidik terkait pasal itu," tegas Syawaluddin.
Menurutnya, jika definisi melawan hukum yang dikenakan terhadap Buni Yani karena telah mengunggah video Basuki Tjahaja Purnama tanpa izin dari Pemprov DKI tidak tepat. Terlebih, video itu diunggah di YouTube sehingga siapapun boleh melihat dan mengunduhnya.
"Mengubah, menambahkan, memotong itu tidak ada buktinya Pak Buni melakukan itu atau memberikan informasi tambahan. Klien kami hanya menggunggah ulang dari media NKRI dan menambahkan caption. Jadi, tidak termasuk milik orang atau milik publik," jelas Swayaluddin.
Pihaknya pun berencana melaporkan hakim ke Komisi Yudisial karena dalam menjatuhkan putusan tidak sesuai etika hukum berlaku.
"Buni Yani ini dilaporkan dengan Pasal 27 Ayat (3) dan Pasal 28 Ayat (2). Anehnya, jaksa menuntut dengan Pasal 32 ayat (1) dan akhirnya hakim menjatuhkan vonis dengan Pasal 32," terangnya.
Adapun, Buni Yani mengklaim bahwa sejak awal dilaporkan, penyidik tidak melakukan penelitian yang baik terhadap kasusnya hingga akhirnya masuk proses persidangan dan divonis bersalah.
"Kita sudah menghadirkan enam saksi ahli untuk membantah yang didakwakan, tetapi hakim lebih percaya kepada pendukungnya Ahok daripada ahli kita. Betul enggak sih secara logika mereka (hakim) lebih pintar dari ahli kita itu? Kita main logika saja. Ini putusan gila tidak masuk akal," ucap Buni Yani.
Sebelumnya, majelis hakim yang diketuai M Saptono menjatuhkan vonis 1,5 tahun penjara kepada Buni Yani karena terdakwa terbukti melakukan pemotongan video pidato Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di Kepulauan Seribu.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait:
Advertisement