Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pemberantasan Korupsi di Indonesia Sudah Benar? Ini Kata Ketua KPK

Pemberantasan Korupsi di Indonesia Sudah Benar? Ini Kata Ketua KPK Kredit Foto: Antara/Reno Esnir
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo menyatakan pemberantasan korupsi di Indonesia sudah berada di jalur yang benar. Ia mengatakan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia sudah lebih bagus dari negara tetangga Filipina dan Thailand.

"Karena dalam korupsi ini KPK dan motornya pemerintah, rakyat Indonesia membantu mengawasi semua aparat negara, mudah-mudahan IPK (Indeks Persepsi Korupsi) kita bisa naik lebih drastis, arah kita sudah betul dan alhamdulilah 2016 kita bisa menyalip IPK Filipina dan Thailand," kata Agus dalam acara Peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia 2017 dan Peresmian Pembukaan Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi Ke-12 serta Peluncuran Aplikasi e-LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara) di Jakarta, Senin (11/12/2017).

"Meski di banyak kesempatan selalu dilihat sepertinya gerakan korupsi ini tidak bergerak, sepertinya makin banyak orang melakukan korupsi, padahal kalau kita lihat perlu ada kerja keras bersama, tapi IPK Indonesia berdasarkan penilaian Trasnparasi Internasional Indonesia alhamdulilah kita di arah yang betul," tambah dia.

Agus menyatakan IPK Indonesia tahun 1999 hanya di posisi 17 dari skala 100 dan menjadi yang paling rendah di ASEAN, namun tahun 2016 posisinya sudah mencapai 37.

"Hari ini kalau boleh melaporkan IPK kita di ASEAN sudah nomor tiga, di bawah Singapura dan Malaysia. Jadi Singapura yang paling baik, mungkin kita untuk menyalip perlu waktu lama karena CPIB Singapura atau KPK-nya Singapura dibentuk jauh lebih lama dari kita yaitu 1952, saya belum lahir dan Pak Presiden juga belum lahir sementara KPK baru lahir 2002. KPK Malaysia juga sudah dibentuk melewati 50 tahun, kita harus mengucapkan syukur kalau kita nanti bisa bergerak bersama-sama," tambah Agus.

Agus mengatakan bahwa undang-undang pemberantasan korupsi Indonesia masih kuno, dan meski Undang-Undang No 7 tahun 2006 mengenai ratifikasi Konvensi PBB Antikorupsi (UNCAC) sudah ada, namun dalam legislasinya masih banyak kekurangan.

"UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi kita masih kuno karena hanya menyentuh keuangan negara, harus diluaskan bahwa suap-menyuap di sektor swasta juga tidak diperkenankan. Misalnya pengusaha untuk dapat kredit dari bank dia memberikan sesuatu, atau sekarang?dealer?mobil lebih suka pembeli yang memakai kredit karena?dealer?mendapat pemasukan dari tiga sumber, dari ATPM (Agen Tunggal Pemegang Merek), pihak pembiayaan atau?leasing?dan asuransi. Sistem yang boros seperti ini harus kita dorong supaya tidak terjadi jadi di sini," tambah Agus.

Agus berharap beberapa poin UNCAC masuk ke undang-undang Indonesia, seperti yang berkenaan dengan korupsi di sektor swasta, pengayaan ilegal, pengaruh perdagangan, dan pemulihan aset.

"Kalau segera terwujud, tingkah laku bangsa akan ada koridornya, mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan," ungkap Agus.

Presiden Joko Widodo dalam acara tersebut mengatakan deregulasi menjadi kunci untuk mencegah korupsi dan hasilnya mulai menunjukkan hal positif dengan indeks kemudahan berbisnis Indonesia membaik, bergerak dari ranking 120 pada 2014 menjadi ranking 72 pada 2017.

"Ini sebuah kepercayaan alhamdulilah Indonesia pertama kalinya mendapat predikat layak investasi dari tiga lembaga pemeringkat dan berdasarkan survei OECD pada 2017, Indonesia mendapat ranking tertinggi mengenai kepercayaan masyarakat kepada pemerintah sama dengan Swiss. Saya juga kaget tapi karena yang survei OECD, bukan kita, ya kita harus percaya," tambah Presiden.

Presiden juga menekankan upaya pemerintah untuk memperkecil ruang korupsi, termasuk dengan mengeluarkan paket kebijakan terkait pengadaan barang dan jasa, perizinan, pencegahan kebocoran penerimaan negara dari pajak, bea cukai PNBP serta manajemen antisuap di sektor swasta.?

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Advertisement

Bagikan Artikel: