Ruang konferensi besar di Bangkok disulap seperti sebuah karya seni abad ke-21 yang menakjubkan. Pemandangan drone dan transformasi mobil berjejer di pameran tersebut, sementara itu para siswa antusias mengikuti kontes e-games dan kompetisi robotika.
Para siswa juga mempresentasikan sistem hidroponik buatan tangan yang terbuat dari unit pendingin udara dan lampu LED, dan seorang pemuda memimpin sebuah lokakarya tentang bagaimana membangun sebuah aplikasi. Sementara itu, anak-anak lain juga mengendarai sepeda Ofo mengelilingi sebuah lintasan kecil di pinggir lorong.
Digital Thailand Big Bang (DTBB), acara empat hari tersebut guna mewujudkan Thailand 4.0 yang merupakan sebuah rencana pemerintah yang merinci visinya tentang masa depan, yang melibatkan penggunaan teknologi untuk mengatasi tantangan di negara ini. DTBB, yang berlangsung dari 21 hingga 24 September lalu, diselenggarakan oleh Kementerian Ekonomi Digital dan Masyarakat Thailand (DEPA).
Negara ini berada dalam posisi yang unik: menjadi pengikut permainan inovasi, mereka bermain mengejar ketinggalan pada skala nasional. Pemerintah akan memberikan anggaran mereka jika Digital Thailand Big Bang (DTBB) berhasil dan mampu membuat perbedaan bagi ekosistem startup lokal.
Dengan banyak bermunculannya pegiat startup muda, potensi pertumbuhannya sangat mengesankan. Menurut database Tech in Asia, Thailand beralih dari hanya enam startup yang mendapatkan dana pada 2012 menjadi 28 di tahun 2016.
Sebagai bagian dari dorongan di sektor digitalnya, Thailand menjanjikan dukungan untuk para pemula di dunia startup. Di DTBB, Dr. Pichet Durongkaveroj, Menteri Ekonomi Digital dan Masyarakat, meluncurkan dana untuk para pemula untuk tahap awal. DEPA akan mengumpulkan dana kurang dari US$150 juta untuk bekerja sama dengan Bursa Efek Thailand pada akhir 2017.
Berita ini mengikuti Dana Ekonomi Digital senilai $147 juta yang diumumkan pada bulan Juni 2017. Cadangan tersebut mempunyai empat tujuan utama yaitu: pertumbuhan perusahaan teknologi, penelitian dan pengembangan, operasi DEPA, dan biaya Komite Ekonomi Digital Nasional.
Pada 2016, Kementerian ICT dan Kementerian Keuangan juga meluncurkan dana usaha startup sebesar US$570 juta.
Selain pendanaan, pemerintah Thailand ingin memperbaiki infrastruktur dengan menginvestasikan $450 juta (15.000 juta baht) untuk menyediakan koneksi wifi yang stabil ke 77 provinsi di seluruh negeri pada tahun 2021. Perusahaan ini berharap dapat mempekerjakan 70 juta petani dengan teknologi internet dan menerapkan 10.000 sistem penjualan poin digital di semua desa.
Investasi ini tidak hanya akan memasok pemikiran inovatif dengan sumber daya yang tepat, namun juga akan membantu masyarakat setempat mengatasi masalah lokal, menurut Durongkaveroj.
"Kami akan menciptakan smart city di setiap provinsi," ujarnya, sebagaimana dikutip dari Tech in Asia, Rabu (13/12/2017).
Upaya membangun visi masa depan ini berujung di Digital Park Thailand, cluster ekonomi terbaru di negara ini. Dibangun dalam kemitraan dengan raksasa teknik Caterpillar, proyek senilai US$300.000 adalah berukuran seluas 80 lapangan sepak bola dan menunjuk distrik Chonburi sebagai tempat proyek tersebut dijlankan. Terletak di Koridor Ekonomi Timur Thailand (EEC), yang mencakup tiga provinsi.
Digital Park akan menjadi kota cerdas (smart city) yang dilengkapi dengan paket insentif, termasuk pembebasan pajak, visa cerdas untuk para pengusaha dan keluarga mereka, dan hak istimewa lainnya bagi investor dan pemerhati digital.
Pendanaan, bagaimanapun, hanyalah bagian dari gambaran yang jauh lebih besar. Bagi Monthida McCoole, mitra investasi di Cocoon Capital, dorongan pemerintah merupakan inisiatif bagus untuk meningkatkan profil dari tempat terselenggaranya event tersebut.
Selain meningkatkan pendanaan, acara seperti DTBB diharapkan dapat membantu meningkatkan kesadaran tentang apa yang harus dilakukan oleh para pemula di bidang startup, serta diharapkan dapat mempromosikan penerimaan dan pemahaman mereka di dunia startup. McCoole melihat adopsi pola pikir startup sebagai bagian penting dari Thailand yang inovatif.
"Keseluruhan tentang survei, perjalanan pelanggan, validasi pelanggan, penemuan, percobaan, pengulangan, fine-tuning bisnis keluarga dan UKM tidak benar-benar mendapatkan itu," ungkap McCoole.
"Mereka akan mengeksekusi berdasarkan asumsi mereka sendiri," imbuhnya.
Meskipun para pengusaha baru ini berani dan terdorong, eksperimen dan hiruk pikuk sulit untuk diajarkan, terutama dalam budaya di mana 'kehilangan muka' (prihatin) adalah hal yang sangat penting. Hasilnya adalah generasi pengusaha yang bisa kehilangan kesempatan membangun unicorn.
"Saat Anda menjelajah ke tempat yang tidak diketahui, area yang tidak Anda kenal atau tidak nyaman, Anda memerlukan semua bantuan yang bisa Anda dapatkan. Tapi secara kultur, Anda akan terlalu malu untuk bertanya, Anda bahkan tidak tahu harus mulai dari mana," terangnya.
Thailand memiliki semua potensi ekosistem startup yang kuat. Nati Sang, direktur Makerspace Thailand, menjelaskan bagaimana budaya negara tersebut mendorong masyarakatnya untuk berinovasi.
"(Digital Thailand) lebih tentang membuka potensi orang Thailand dalam hal yang mereka alami secara alami," ujar Sang.
"Ketika Anda membawa sesuatu seperti sumber daya dari sebuah ruang kerja ke tangan orang-orang seperti itu, tentu saja, mereka akan menemukan hal-hal menakjubkan asalkan Anda mengembangkannya dengan benar," tuturnya.
McCoole menambahkan, "Kami telah membuat kemajuan fenomenal dalam beberapa tahun terakhir. Kami punya ambisi; semua orang melakukan bagian mereka. Tapi ada banyak pekerjaan lagi yang perlu dilakukan," tuturnya kembali.
Perubahan tidak akan terjadi dalam semalam. Penduduk lokal perlu meningkatkan wawasan digitalnya, dan ekosistem startup harus berbuat lebih banyak untuk membantu pengusaha pemula menyerap pola pikir startup.
Sebuah survei oleh Pusat Peramalan Ekonomi dan Bisnis di Thailand menunjukkan bahwa 55 persen pemilik bisnis lokal yang merespons memiliki sedikit pengetahuan tentang Thailand 4.0. Hanya 1 persen yang memiliki pemahaman mendalam tentang hal itu.
Dengan demikian, digitalisasi tidak hanya cara lain bagi Thailand untuk memperbaiki diri. Ini penting untuk kelangsungan hidup negara ini, dan hal tersebut cenderung mendesak untuk segera direalisasikan.
Namun para pemimpin Thailand mengakui bahwa visi mereka adalah sebuah karya yang sedang berjalan. Pada upacara pembukaan DTBB, perdana menteri Thailand Prayut Chan-o-cha mengumpulkan pasukannya.
"Jangan kehilangan kepercayaan," tegasnya.
"Jika kita melakukan ini bersama, itu mungkin saja," ujar PM Thailand.
Pada hari kedua, wakil perdana menteri Dr. Somkid Jatusripitak lebih jujur dalam mendeskripsikan situasi startup di Thailand.
"Kami pernah setara dengan Malaysia," imbuhnya.
"Sekarang, kita 20 tahun di belakang, namun kita punya kemampuan untuk bangkit," tegasnya.
Jatusripitak terus melempar kata-kata 'emasnya': IoT, Otomatisasi, Reskilling, Disruption. 'Berpikir di luar kotak' namun, bukannya terdengar membosankan dan tegang, malahan mereka berfungsi sebagai 'bintang' pemandu Thailand, manurut wakil PM Thailand.
"Ini (merujuk kepada kata kunci yang dijelaskannya) adalah tolok ukur kemajuan kita," pungkasnya.
Diadakan pada bulan September 2017, DTBB 2017 mengumpulkan para pemimpin teknologi dari seluruh dunia untuk membahas topik yang terkait dengan kota cerdas, ekosistem digital, dan peta jalan transformasi di dalam ASEAN.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Hafit Yudi Suprobo
Editor: Hafit Yudi Suprobo
Tag Terkait:
Advertisement