Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kepakkan Sayap ke Asia Tenggara

Kepakkan Sayap ke Asia Tenggara Kredit Foto: Warta Ekonomi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Indonesia tetap menjadi fokus pasar. Namun, Singapura, Malaysia, dan Thailand juga menjadi pasar yang dirangsek oleh Jojonomic. Berbekal dua produknya, Jojonomic siap mengibarkan benderanya di Indonesia dan Asia Tenggara.

Rumah dengan gerbang hitam di Jalan MPR I Nomor 28 Cipete, Jakarta Selatan aktivitasnya tidak seperti rumah mewah pada umumnya. Gerbang yang sedikit terbuka, halaman dan garasi terlihat dipenuhi mobil dan sepeda motor. Benar saja, rumah itu telah disulap menjadi dapur sekaligus kantor oleh perusahaan startup Jojonomic, startup finansial berbasis aplikasi mobile. 

Chief Executive Officer (CEO) Jojonomic, Indrasto Budisantoso yang ditemui Warta Ekonomi di kantor tersebut mengungkapkan sejak diluncurkan oleh Google dalam program Google Launchpad di awal tahun 2016 lalu, Jojonomic terus melakukan improvisasi. Banyak yang telah dilakukan oleh perusahaan. Selain melakukan penjualan produk pertamanya, Jojonomic juga menelurkan produk baru hingga ekspansi ke luar negeri.

Saat ini, Jonomic telah memiliki dua produk, yakni Jojo Expand dan Jojo Attendance. Jojo Expand menawarkan metode reimbursement otomatis menggunakan perangkat smartphone. Sementara itu, Jojo Attendance masih berkaitan dengan urusan kantor, yakni menawarkan metode absensi melalui smartphone.  

Menurut Indrasto, saat Jojonomic dikenalkan dalam program Google Launchpad di Silicon Valley dan diadu dengan produk serupa hasil karya startup dari Amerika dan Eropa, Jojonomic dinilai unggul karena lebih sempurna. Hal itu membuat Indrasto semakin percaya diri untuk terus mengembangkan Jojonomic.

Hampir dua tahun berjalan, Jojonomic menjadi startup pertama lokal yang menawarkan produk reimbursement otomatis, tidak hanya di Indonesia. Ketika mengintip ke beberapa negara tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Thailand, ternyata juga belum ada aplikasi lokal yang sebanding dengan Jojonomic. Pesaingnya hanyalah aplikasi luar yang sudah dikenalnya selama di Silicon Valley. 

Merasa menjadi produk pertama di Asia tenggara, Indrasto mengambil langkah cepat agar tidak kecolongan oleh pengembang aplikasi lain. Dengan masuk lebih cepat, menurutnya akan memiliki jaringan lebih kuat dan brand yang lebih dulu dikenal. Setelah aktif memasarkan produknya ke empat negara, termasuk Indonesia, Indrasto mengaku tetap fokus pasar Indonesia. Indonesia sebagai pasar terbesar di Asia Tenggara, sampai saat ini, belum tergarap dengan maksimal. 

“Indonesia belum maksimal, pasar masih besar, tapi ada konsumen dari negara tetangga yang tertarik mau menggunakan, kenapa tidak,” ujar Indrasto. 

Saat ini, jumlah pengguna Jojonomic sudah mencapai ribuan karyawan. Namun, kalau dihitung dari perusahaannya, baru mencapai ratusan. Masih sedikitnya perusahaan yang menggunakan aplikasi Jojonomic karena masih banyak perusahaan yang belum mau mengganti sistem yang lama. 

Selain itu, masih banyak yang belum tahu betapa mudahnya reimbusement menggunakan aplikasi Jojonomic. Cukup potret kemudian unggah. Tenaga admin kantor tinggal approve dan uang langsung otomatis ditransfer ke karyawan. Begitu pula dengan kemudahan absen menggunakan Jojonomic. Karyawan dapat melakukan absensi menggunakan smartphone-nya sendiri untuk memastikan sudah hadir di kantor, izin, atau mengajukan cuti.

Perusahaan juga banyak yang belum tahu bahwa Jojonomic merupakan aplikasi dengan sistem software as a service (SaaS). Artinya, semua infrastruktur ada di cloud atau jaringan. Ketika perusahaan ingin menggunakan Jojonomic, tidak perlu membuat software atau website yang rumit. Cukup unduh, pasang aplikasi Jojonomic, dan langsung bisa digunakan. Kemudahan itu menawarkan perusahaan untuk tidak perlu investasi besar demi membuat software, tapi hanya berlangganan ketika membutuhkan, dan berhenti berlangganan ketika sudah tidak ingin menggunakan.

“Kebanyakan pelanggan Jojonomic adalah perusahaan startup, tapi ada juga beberapa perusahaan yang bergerak di bidang telecomunikasi, FMCG (fast moving consumer goods), dan oil and gas,” ungkap Indrasto.

Tantangan yang sama rupanya juga dirasakan ketika masuk ke luar negeri. Selain itu, ada pula tantangan-tantangan minor yang berbeda-beda di setiap lokasi. Pasalnya, di setiap negara memiliki aturan yang berbeda-beda. Aplikasi juga memerlukan penyesuaian. Misalnya adalah Thailand, yang untuk kalangan tertentu, para pegawai lebih suka dalam bahasa Thailand. 

Untuk menjalankan bisnisnya di negara tersebut, Jojonomic memiliki sales representative di negara-negara tersebut. Mereka tugasnya berjualan dan mengedukasi pasar. Sementara untuk pengembangan aplikasi seperti kustomisasi bahasa dan lain-lain, tetap dilakukan di kantor pusat, di Indonesia. 

Setelah tiga negara tersebut, belum ada niatan Jojonomic untuk masuk ke negara lain. Namun, tidak menutup kemungkinan jika ada negara yang memang memiliki potensi dan permintaan yang bagus.

Ada pelajaran yang sangat bernilai saat ekspansi ke negara-negara tersebut. Menurut Indrasto, di Malaysia dan Thailand, tren startup belum seantusias di Indonesia. Dari kalangan perusahaan dan perbankan, belum ada usaha untuk mengakselerasi startup. Di Asia Tanggara, saat ini hanya ada dua negara yang sangat concern terhadap perkembangan startup, yakni Indonesia dan Singapura.

Kondisi ini bisa menjadi peluang bagi pelaku startup Indonesia untuk masuk ke nagara-negara di Asia Tenggara. Namun, tetap fokus untuk pasar Indonesia juga sangat penting. Dengan tetap fokus pada pasar Indonesia, artinya mengamati masalah yang ada untuk menciptakan startup baru sebagai solusi masalah-masalah yang ada. Kemudian, setelah berhasil, dapat membawa produk baru tersebut ke negara yang lain sebagai solusi untuk masalah yang sama. 

Dengan model bisnis Business to Business (B2B) yang dijalankan, Indrasto masih sangat yakin dengan masa depan Jojonomic. Dia yakin dari tahun ke tahun akan semakin banyak perusahaan yang menggunakan metode seperti yang ditawarkan oleh Jojonomic. Di benak Indrasto, saat ini, tidak berniat untuk menjual Jojonomic. Dia bertekad untuk terus mengembangkan. Karyawan akan terus ditambah karena dengan jumlah karyawan sekitar 50 orang terasa kurang.

Pendanaan juga terus digali. Selama hampir dua tahun ini, Jojonomic telah memiliki beberapa investor, seperti East Venture, Golden Gate, Fenox Venture, Maloekoe Venture, dan beberapa lokal venture capital lainnya. Total dana yang diterima kurang lebih US$2 juta.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Agus Aryanto
Editor: Ratih Rahayu

Bagikan Artikel: