Awalnya, hanya kumpul sesama teman-teman saja sambil makan siang atau malam. Dari obrolan di meja makan itu, ada rekan yang bertanya, “Enaknya invest di mana, ya?” Dari sering kumpul-kumpul inilah, ia membentuk klub angel investor bertajuk Angel-eQ. Di klub para angel ini, ada nama-nama yang tidak asing, seperti Erick Thohir, Erik Meijer, Tony Fernandes, dan Sandiaga Uno sebelum menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta.
“Daripada saya berbicara satu per satu kepada para angel, lebih baik saya bikin saja klub agar hanya perlu sekali bicara kepada semua angel investor,” ujar Shinta Dhanuwardoyo atau akrab disapa Shinta Bubu karena dialah pendiri bubu.com. Dia adalah figur yang sudah malang melintang di bisnis IT dan menjadi angle investor selama dua dekade lebih. Ketika Mark Zukerberg ke Indonesia, Shinta menjadi orang pertama yang diajak bicara terlebih dahulu.
Seperti apa sepak terjang para angel investor itu, berikut perbincangan wartawan Warta Ekonomi, Heri Lingga, Agus Aryanto, dan fotografer Sufri Yuliardi, di kantornya di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, belum lama ini.
Bagaimana munculnya minat Anda terhadap internet?
Saya pernah bekerja di konsultan manajemen di Amerika Serikat. Tetapi, sebelumnya, sudah sering membuat website sendiri. Tidak melayani pesanan orang, hanya untuk saya sendiri. Jadi, belajar secara autodidak. Website hanya personal web saja, tentang diri saya. Awalnya, seperti blog, tetapi website. Saat itu, tahun 1996, belum ada Wordpress, masih sangat awal. Saat itu, belum banyak orang yang tahu internet dan website. Detik. com merintis kelahirannya waktu itu.
Bisa diceritakan awal mula Anda terjun menjadi angel investor?
Angel investor itu mereka yang menginvestasikan uang pribadi, makanya mereka investasi ke sesuatu yang biasanya mereka suka. Jadi, balik lagi ke minat kita apa, mungkin minat kita fesyen, jadi mungkin saya akan bantu anak-anak startup yang bergerak di bidang fesyen. Namun, itu bukan berarti saya tidak bantu yang lain. Sebagai seorang angel, selain memasukan uang, adakah nilai yang kita bawa ke startup yang sedang dibantu? Misalnya, ketika bantu satu startup, selain dana juga ada nilai berupa membuka jaringan. Jadi, bagi seorang angel seperti saya, yang penting itu bukan produk, tetapi saya sedang investasi di anak-anak yang punya ide kreatif.
Jadi, Anda lebih melihat ke figur personal para pengelola startup itu?
Iya. Saya merasa yang bisa menjalankan adalah orang ini. Kalau produknya bagus, tetapi anak-anaknya bukan wirausaha, saya tidak akan investasi.
Bagaimana Anda mengukur jiwa wirausaha mereka?
Ketika saya berbicara dengan seseorang selama satu jam, saya sudah bisa mengetahui orang ini bisa menjadi wirausahawan atau tidak. Itulah yang akhirnya membuat saya berinvestasi kepada mereka.
Kalau begitu, faktor intuisi ikut terlibat?
Iya, benar. Biasanya saya punya daftar pertanyaan, saya gali-gali lagi. Apa saja yang sudah dia lakukan? Itulah yang akhirnya membuat saya merasa anak ini bisa menjalankan perusahaan. Kalaupun misalnya jatuh, dia bisa mengganti produk lain dan bangun kembali. Memang, awalnya saya melihat produk suatu startup, tetapi belum tentu karena produknyalah saya beri investasi di perusahaan itu.
Meskipun produk itu bagus?
Bagus, bukan berarti selalu bagus. Biasanya, saya akan menyarankan untuk menggantinya jika saya tahu ini tidak cocok dan akan gagal. Saya sudah 21 tahun bergerak di bisnis ini, saya tahu mana yang akan jalan atau tidak nantinya. Saya pernah mencoba semuanya, yang mendirikan plaza. com pertama kali adalah saya. Ketika pasarnya belum ada, saya sudah membuat plaza.com. Saat itu, saya dan Telkom memasukkan ide ke Indonesia. Saya sudah pernah membuat semua konten mobile provider. Pertamanya, saya buat venture capital investasi di teknologi saja. Boleh dibilang, saya sudah mengerjakan semuanya. Berbekal pengalaman itulah, saya bisa melihat seorang itu seorang wirausaha atau tidak.
Jadi, hal apa yang seorang angel investor lihat dari sebuah startup yang akan dibiayai?
Sebagai angel, saya melihat latar belakang pengelola startup itu siapa. Apakah dia memiliki ketertarikan untuk menjalankan bisnis atau hanya sedang dalam euforia karena semua orang membuat perusahaan teknologi. Latar belakang keluarganya seperti apa. Ketertarikannya bisa terlihat saat sedang wawancara, saya bisa melihatnya dari cara dia berbicara. Biasanya, pertemuan tidak hanya dilakukan sekali, tetapi beberapa kali. Saya juga mau melihat tim mereka siapa saja. Kalau dia tidak punya tim, saya juga tidak minat. Saya tidak pernah investasi ke orang yang hanya bilang punya ide karena saya juga punya 100 ide. Jadi, jangan bilang kepada saya kalau Anda hanya membawa ide. Ide itu bukan apa-apa sampai kita bisa mengeksekusinya.
Jadi, bagaimana kriteria startup yang akan Anda biayai?
Haruslah startup yang sudah berjalan, berapa lama terserah, yang penting saya lihat dia sudah bisa berjalan. Selain itu, sudah memiliki model bisnis yang bagus, juga sudah memiliki tim. Dengan begitu, ada kemungkinan saya tertarik.
Apakah minat Anda ikut menentukan startup mana yang akan dibiayai?
Iya, tetapi pengalaman panjang saya membuat saya tertarik di beberapa bidang.
Perihal nilai yang Anda bawa ke startup yang akan dibiayai, bisa diceritakan seperti apa nilai itu?
Menurut saya, nilai yang paling besar bukanlah uang. Mungkin saya hanya bisa memberikan uang yang tidak banyak, tetapi tidak dengan nilai, saya sudah memiliki latar belakang 21 tahun di bidang teknologi. Saya punya jaringan yang bisa saya buka di mana saja, di Amerika ada, di negara Asia Selatan juga ada. Bagi seorang pebisnis, yang diperlukan itu jaringan, bukan uang.
Apakah ada satu contoh startup yang Anda biayai dan saat ini sedang bertumbuh?
Wah, nanti dikira karena andil saya startup itu maju, padahal mereka (startup) sukses karena punya tim yang bagus. Sebagai seorang angel investor, saya hanya membantu dari sisi membuka jaringan, atau bantu bikin platform bisnis mereka, atau bantu di bidang teknologi informasinya. Jadi, tidak semua formulanya sama. Intinya, sepanjang saya bisa memberi nilai ke startup itu.
Keterlibatan seorang investor itu lebih dalam dan personal, ya?
Peran seorang angel investor itu lebih banyak mengarahkan, berbeda dengan venture capital yang hanya mengumpulkan dana dari banyak orang, lalu menginjeksi satu perusahaan. Angel investor itu dananya berasal dari kantong sendiri, saya juga tidak bisa marah kalau startup itu akhirnya bangkrut. Banyak juga startup yang saya bantu akhirnya tutup.
Bagaimana respon Anda ketika ada startup yang dibina tutup?
Ya, karena saya seorang wirausawan, saya tahu. Saya juga sudah menutup perusahaan sendiri. Jadi, kalau satu startup yang tutup, saya tidak menangis, lha.
Sudah berapa banyak startup yang Anda biayai?
Wah, saya tidak menghitungnya. Sudah lebih dari 10 startup, tetapi belum sampai 100 perusahaan. Ditambah lagi, tidak banyak startup di Indonesia.
Jadi, jumlah startup di Indonesia tidak banyak, ya?
Iya, jumlah startup di Indonesia tidak terlalu banyak. Banyak startup dibangun hanya karena euforia ingin mendapatkan dananya saja, tetapi tidak memiliki jiwa seorang wirausahawan. Ini yang keliru.
Sudah pernah ada pertemuan para angel?
Angel itu ada banyak. Sebetulnya, angel itu hanya istilah, Pak. Siapa pun yang berinvestasi menggunakan uang sendiri, bisa disebut angel. Jadi menurut saya, semua startup itu sudah pernah bertemu dengan angel. Tokopedia ada angel-nya, ya semua perusahaan teknologi pasti punya investor pastinya.
Apa yang membuat Anda jadi tertarik menjadi angel?
Saya pernah membuat startup dan sudah merasakan bagaimana payahnya membangun satu usaha. Di situlah saya merasa butuh mentor dan orang untuk membantu, mungkin dari segi keuangannya. Walaupun saya tidak pernah mendapat angel, angel saya, ya, keluarga saya, teman-teman saya yang menjadi partner.
Bagaimana pun, saya sudah diberi berkah banyak untuk mendapat jaringan dari mana pun. Saya kenal hampir semua pemain besarnya di Silicon Valley, jadi saya bikin nonprofit organization di sana. Setiap tahun, saya bawa beberapa startup dari Indonesia untuk saya perkenalkan selama satu minggu. Selama satu minggu itu, saya buka jaringan saya di Silicon Valley, mau ketemu Facebook, Google, Apple, dan lain sebagainya. Jadi, yang dibutuhkan seorang pengusaha itu jaringan. Nah, saya punya jaringan dan saya buka jaringan saya ke startup yang saya bina
Bagaimana kriteria startup yang Anda bawa ke Silicon Valley?
Saya akan perhatikan, apakah startup tersebut sudah bisa mendanai diri sendiri. Apakah sudah siap apabila saya ajak ke Silicon Valley. Tentu, ada kriteria yang saya tentukan untuk startup agar bisa ikut atau tidak. Jangan sampai, di sana malah membuat malu. Mereka yang saya ajak tidak semua startup binaan sendiri, ada juga binaan (inkubator) dari PT Telkom.
Keuntungan apa yang Anda dapat sebagai seorang angel investor?
Kalau perusahaannya sukses, ya kita dapat duit dari situ, kan kita punya modal di dalamnya.
Bagaimana kalau startup itu bangkrut?
Ya, apes, tetapi kita harus pastikan agar tidak gagal.
Bagaimana dengan kesepakatan-kesepakatannya?
Ya, misalnya saya investasi, saya minta equity-nya berapa.
Bagaimana exit policy ketika Anda ingin melepasnya?
Biasanya, kalau ada investor masuk, seperti venture capital atau ketika listing di bursa (Initial Public Offering (IPO)). Biasanya, ada venture capital yang tidak suka kalau perusahaan startup masih memiliki angel investor, bisa disuruh keluar. Tetapi, ada juga venture capital yang melihat keberadaan angel investor sebagai sesuatu yang masih berguna sehingga tetap dipertahankan.
Apakah para angel investor di Angel-eQ sering melakukan pertemuan?
Biasanya, hanya makan malam, dua bulan atau tiga bulan sekali. Pada saat makan malam itu, saya perlihatkan startup-startup yang bisa diberi investasi. Nanti, para startup yang terpilih melakukan semacam pitching kepada para angel investor. Kalau ada angel yang berminat, silakan saja.
Apa yang membuat Anda bahagia menjadi seorang angel investor?
Kalau mereka sudah bisa maju dengan apa yang sudah saya lakukan, itu sudah alhamdulillah.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Heriyanto Lingga
Editor: Ratih Rahayu
Tag Terkait: