Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Waspadai Bahaya yang Mengintai Pemilik Mata Uang Virtual

Waspadai Bahaya yang Mengintai Pemilik Mata Uang Virtual Kredit Foto: Reuters/Benoit Tessier
Warta Ekonomi, Jakarta -

Beberapa waktu lalu, Pemerintah Indonesia mengumumkan larangan keras penggunaan mata uang virtual (cryptocurrency) seperti Bitcoin sebagai alat transaksi dan pembayaran di Indonesia. Mata uang tersebut dinilai berisiko tinggi karena tidak memiliki regulator atau administrator yang bertanggung jawab atas pergerakan mata uang serta underlying asset yang menjadi dasar penilaian. Selain itu, Pemerintah juga mewaspadai mata uang virtual ini dimanfaatkan sebagai instrumen pencucian uang dan pendanaan terorisme.

Kiprah awal mata uang virtual dimulai pada 2008 yang merupakan hasil penelitian dari seseorang ataupun sebuah kelompok dengan nama samaran Satoshi Nakamoto. Mata uang virtual ini menggunakan sebuah database yang didistribusikan dan menyebar ke node-node dari sebuah jaringan peer-to-peer ke jurnal transaksi, dan menggunakan kriptografi untuk menyediakan fungsi-fungsi keamanan dasar, seperti memastikan bahwa Bitcoin hanya dapat dihabiskan oleh pemiliknya, dan tidak diperbolehkan untuk dilakukan lebih dari satu kali.

Desain dari Bitcoin juga memperbolehkan untuk kepemilikan tanpa identitas (anonymous) dan pemindahan kekayaan. Bitcoin dapat disimpan di komputer pribadi dalam sebuah format file wallet atau disimpan oleh sebuah servis wallet pihak ketiga, dan terlepas dari pihak ketiga. Bitcoin itu dapat dikirim lewat internet kepada siapa pun yang mempunyai sebuah alamat Bitcoin.

Dengan kondisi ini, semakin banyak orang yang berminat untuk berinvestasi pada Bitcoin. Namun, seperti yang diungkapkan oleh Pemerintah bahwa mata uang virtual ini juga dapat dimanfaatkan sebagai instrumen pencucian uang dan pendanaan terorisme. Oleh karena itu, Pemerintah memperingatkan publik untuk tidak melakukan perdagangan, jual-beli Bitcoin.

Menurut Kaspersky Lab, mata uang virtual seperti Bitcoin juga memiliki kerentanan yang patut untuk diwaspadai. Para ahli Kaspersky Lab mengamati begitu banyaknya serangan malware terhadap mata uang virtual ini, seperti malware yang menambang Bitcoin dengan menggunakan botnet ataupun trojan yang bisa meretas Bitcoin wallet dan mencuri Bitcoin dari tempat penyimpanan ini. Ada juga malware botnet yang memiliki kemampuan untuk menyusup di komputer korban dan menggunakan prosesor komputer korbannya untuk dijadikan penambang Bitcoin yang produktif.

Tidak berhenti di situ. Serangan terhadap bursa mata uang virtual juga terus terjadi. Ini terlihat dari aksi serangan terhadap BitFloor (pada waktu itu merupakan salah satu bursa mata uang virtual terbesar di Amerika Serikat) yang terpaksa menghentikan operasinya pada 2012 setelah para penyerang berhasil menyusup ke server dan mencuri mata uang virtual senilai US$250.000.

Selain itu, tentunya masih segar diingatan kita serangan yang baru-baru ini terjadi terhadap Coincheck (salah satu bursa mata uang virtual terkemuka di Jepang) yang mendeteksi bahwa ada para penyerang yang berhasil mencuri mata uang virtual sebesar 53 miliar Yen atau US$530 juta. Hal ini menjadi penanda bahwa masih lemahnya sistem keamanan dan pembentukan regulasi pada mata uang virtual.

"Dengan semakin meningkatnya nilai Bitcoin, kami yakin bahwa sampel malware Bitcoin yang beredar secara luas akan terus meningkat dari hari ke hari dan merupakan hal yang lazim jika kami nantinya menemukan Trojan yang didistribusikan melalui pesan, botnet untuk penambangan yang memanfaatkan perangkat mobile seperti Loapi ataupun ancaman lain yang sangat canggih dengan kemampuan penambangan," ungkap Sylvia Ng, General Manager SEA Kaspersky Lab dalam pernyataan persnya di Jakarta, Rabu (7/2/2018).

Selain itu, tren lain yang juga mengkhawatirkan dan perlu diwaspadai adalah aktivitas penjahat siber yang sekarang ini tidak sekadar menggunakan malware, tetapi menawarkan layanan dan produk ilegal di deep web.

Untuk mengamankan mata uang virtual ini dari aksi serangan para penjahat siber, Kaspersky Lab merekomendasikan langkah-langkah diantaranya.

Pertama, jangan menyimpan semua mata uang virtual Anda di bank online atau layanan bursa mata uang virtual. Tempat seperti ini merupakan sebuah institusi baru yang dijalankan oleh entitas anonim, jadi tidak ada jaminan Anda bisa mendapatkan uang kembali jika dirampok. Bahkan, jika Anda mempertimbangkan tempat yang memiliki reputasi bagus dan aman sekalipun, sekali lagi, ada banyak cara untuk meretas bank digital daripada brankas di bank fisik.

Kedua, gunakan layanan offline Bitcoin wallet seperti Electrum atau Armory yang memungkinkan Anda menyimpan mata uang virtual Anda dalam brankas terenkripsi dengan kuat pada hard drive milik Anda sendiri. Gunakan juga password yang kuat untuk memberikan perlindungan ganda. Akan lebih baik lagi apabila kata sandi yang Anda buat dibuat dengan perangkat lunak open-source penghasil kata kunci.

Demi keamanan penuh, simpan offline wallet di hard drive terpisah atau komputer yang tidak terhubung ke internet, dan hanya mentransfer mata uang virtual ke perangkat yang tersambung ke internet saat Anda perlu menyelesaikan transaksi online.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Dina Kusumaningrum
Editor: Fauziah Nurul Hidayah

Bagikan Artikel: