Pemerintah Jerman melalui kedutaan besarnya di Indonesia memberikan apresiasi tinggi terhadap perkebunan sawit di Indonesia yang menerapkan sustainability practices.
Hal ini disampaikan Michael Freiherr von Ungern-Sternberg, Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Federal Jerman untuk Republik Indonesia, Timor Leste dan ASEAN, dalam kunjungan ke perkebunan sawit PT Paya Pinang di Desa Paya Pinang, Kabupaten Sergai, Sumatera Utara, Jumat (9/2/2018).
Ketua Bidang Otonomi Daerah Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Kacuk Sumarto mengatakan kunjungan Dubes Jerman ke perkebunan sawit adalah yang pertama kali di Indonesia.
"Kedatangannya bertujuan menyerap informasi seputar industri kelapa sawit dan aspek positif di dalamnya. Selain ke kebun, saya ajak Pak Dubes melihat kegiatan pengolahan buah menjadi minyak di pabrik sawit," kata Kacuk.
Ia pun mengajak Dubes Jerman berkeliling perkebunan karet dan sawit milik PT Paya Pinang. Perkebunan karet tersebut merupakan tempat pengolahan karet dari hulu sampai hilir.
"Mereka tertarik proses produksi karet yang sederhana, tetapi menghasilkan mutu berkualitas tinggi," kata Kacuk yang juga menjabat sebagai Presiden Direktur PT Paya Pinang itu.
Di perkebunan sawit, lanjut dia, Dubes Jerman melihat kegiatan pemanenan sawit. Ketika ada brondolan buah sawit di pohon, Kacuk lalu membelah buah untuk mencicipinya. Dubes Michael Freiherr juga disodori buah yang telah dibelah lalu menggigitnya. "Rasanya tidak aneh dan biasa," kata Dubes Michael seperti diceritakan Kacuk.
Menurut ia, dirinya sengaja menyodorkan buah sawit yang dibelah tadi untuk menunjukkan sawit aman untuk dikonsumsi. Apalagi, sawit punya kandungan nutrisi yang tinggi seperti betakaroten.
Sementara itu, Dubes Michael pun memberikan sikap positif terhadap pengembangan industri sawit yang telah berjalan di Indonesia. Ia mengatakan sikapnya dalam mendukung perlakuan yang fair dan nondiskriminasi, terutama hambatan kebijakan perdagangan yang bersifat tarif dan nontarif. Bicara sertifikasi, dia juga menentang diskriminasi standar palm oil yang sebaiknya tidak berupa standar RSPO.
"Dubes Michael juga meminta sawit diusahakan lebih berkeadilan artinya ada sinergi antara petani dan pengusaha. Selain itu, dia mendukung pelaksanaan ISPO untuk digunakan semua pelaku usaha," jelasnya.
Kacuk menekankan bahwa dirinya menyampaikan empat aspek penting dalam pertemuan tersebut. Pertama, sawit Indonesia tidak butuh perlakuan istimewa, melainkan diberi perlakuan yang fair.
"Kedua, saya sampaikan bahwa sawit Indonesia berupaya memperbaiki tata kelolanya. Karena pelaku sawit sangat beragam, terdiri dari pelaku usaha dan petani. Kami menuju perbaikan melalui standar ISPO," ujarnya.
Ketiga, perkebunan sawit dibangun di atas lahan terdegradasi, bukan hutan primer. Saat di perkebunan, menurut Kacuk, dirinya menjelaskan bahwa perkebunan sawitnya menggunakan pupuk organik sekitar 65%.
"Saya jelaskan juga falsafah sustainability di perkebunan. Dan alasan memakai pupuk organik karena dari tanaman harus kembali kepada tanaman. Penggunaan limbah di kebun sawit merupakan bagian dari zero waste," terangnya.
Aspek keempat dijelaskan Kacuk bahwa perkebunan sawit dibangun untuk menyejahterakan masyarakat karena pemainnya merupakan smallholder dan komitmen terhadap sustainable.
Mendengar penjelasan ini, Dubes Jerman merasa takjub dan mengapresiasi kebijakan zero waste di perkebunan sawit. Untuk itu, dia mengusulkan supaya Gapki menyampaikan praktik sustainability sawit tersebut kepada NGO di Jerman. Langkah ini diambil untuk menghindari kampanye negatif yang gencar disuarakan NGO di Benua Eropa.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Fauziah Nurul Hidayah