Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Yap! Dompet Digital dengan Tiga Sumber Dana

Yap! Dompet Digital dengan Tiga Sumber Dana Anang Fauzie, GM Elektronik Banking BNI | Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Dengan motto BNI Dignation, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk meluncurkan aplikasi Yap! untuk turut mendigitalisasi Indonesia. Kelak, dengan Yap!, pengguna bisa membeli soto mie, bakso, hingga teh botol dengan aplikasi pembayaran canggih tersebut.

Untuk menggali lebih dalam mengenai aplikasi Yap!, redaksi Warta Ekonomi yang terdiri dari Fajar Sulaiman dan Cahyo Prayogo serta fotografer Sufri Yuliardi mewawancarai General Manager BNI Anang Fauzie. Berikut kutipan lengkap wawancaranya.

Apa yang melatarbelakangi BNI meluncurkan aplikasi Yap!?

Sebenarnya, BNI sudah punya UnikQu, yakni program uang elektronik. Namun, program tersebut memiliki permasalahan dalam hal penetrasi ke pasar. Akhirnya, kami membutuhkan sesuatu untuk menge-hit pasar agar lebih agresif. Dulu, basis untuk pembayaran via QR menggunakan uang elektronik saja yakni UnikQu. Nah, dengan Yap! kami memperluas hal tersebut menjadi tiga sources of fund, yakni UnikQu, kartu kredit, dan debit card.

Kami menyasar dua segmen pasar. Petama, nasabah BNI yang sudah eksisting dengan jumlah hampir 30 juta nasabah. Mereka sudah memiliki debit card dan kartu kredit yang menjadi alat bayar tersendiri. Sementara untuk non-nasabah BNI, kami menyasar mereka yang menggunakan UnikQu.

Dari sumber dana, kita bisa melihat sisi lain, yakni segmen. Kartu kredit identik digunakan oleh kalangan menengah ke atas. Begitu pula debit card yang biasanya digunakan pula untuk pembayaran ritel. Hal yang menarik adalah uang elektronik atau UnikQu karena digunakan oleh segmen kecil atau mikro. Selama ini kami belum melihat segmen tersebut. Kami mencoba masuk ke segmen mikro. Jadi, dari sisi segmen dengan Yap! kami bisa masuk ke semua segmen.

Jadi, latar belakang peluncuran aplikasi Yap! sangat berkaitan dengan kebutuhan kami untuk memperdalam penetrasi pasar sekaligus meng-enhance produk kami yang sudah ada, yaitu UnikQu.

Apakah dapat dikatakan jika Yap! merupakan pengembangan dari UnikQu? Atau versi 2.0 dari UnikQu?

Iya, bisa dibilang Yap! merupakan versi 2.0 dari UnikQu. Tapi, untuk Yap!, kami masuk ke pasar yang lebih dalam lagi apabila dibandingkan dengan UnikQu. UnikQu menggunakan sistem closed-loop, yakni menggunakan QR. Kemudian, UnikQu juga berjalan di atas platform Dimo (PT Dimo Pay Indonesia).

Nah, sekarang BNI sudah resmi mendapatkan izin untuk QR payment dari Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan. Bahkan, BNI menjadi satu-satunya bank yang sudah mengantongi izin tersebut.

Yap! sebenarnya adalah digital authentication, digital sources of fund, dan digital card. Jadi, sebenarnya Yap! mencakup tiga hal tersebut. Bila berbelanja di e-commerce, Anda harus memilih credit card di sana. Dari memilih credit card, memasukkan nomor kartu, otentifikasi, kemudian ada reply untuk memasukkan nomor OTP-nya. Kalau ingin membayar dengan debit card dan uang elektronik juga caranya demikian.

Kalau menggunakan Yap!, tinggap pencet Yap! dan secara langsung akan ada notif ke kami. Lalu Yap! langsung terbuka kemudian Anda tinggal pilih menggunakan kartu kredit, debit, atau uang elektronik.

Dalam proses pengembangan Yap!, apakah ada kerja sama dengan pihak di luar BNI?

Untuk develop, kami sebut collaborative development. Kami bekerja sama dengan dua perusahaan fintech lokal, tetapi kami belum bisa memberi tahu siapa saja kedua perusahaan fintech yang terlibat di dalam proyek ini. Nah, inilah bentuk kolaborasi BNI dengan fintech. Jadi, kalau dibilang bahwa perbankan harus melakukan sinergi dengan fintech maka Yap! ini adalah salah satu contoh konkretnya.

Bagi kami, fintech merupakan mitra bisnis yang sangat ideal. Adapun, fintech tanpa perbankan tidak akan me-monetize bisnis dengan baik. Fintech itu sangat kaya dengan inovasi, sedangkan BNI kaya dengan pengalaman. Tentunya sinergi antara perbankan dengan fintech merupakan hal yang sangat bagus.

Kenapa kami bisa muncul di pasar dengan cepat? Karena kami melakukan kerja sama untuk membangun aplikasi ini. Dari sisi investasi, kami tidak melakukan investasi besar dalam pengembangan aplikasi Yap!.

Berkaitan dengan investasi, apakah BNI menyiapkan anggaran besar untuk mempromosikan Yap!?

Pada saat produk anyar rilis, kami tentu akan hadir dengan beberapa program. BNI berharap Yap! dapat engage dengan masyarakat. Kami punya dua faktor, yaitu pengunduh dan akseptasi. Jadi, antara jumlah downloader dan merchant itu ibarat telur dan ayam. Pada saat penetrasi ke merchant, kami pasti akan ditanya jumlah downloader. Kemudian saat approach ke masyarakat maka kita pasti akan ditanya: berapa banyak jumlah merchant? Dan bisa digunakan di mana aplikasi Yap! ini?

Dari situ, kami berencana menjalankan program ini secara bersamaan. Kami membuat program untuk merchant, misalnya memudahkan mereka untuk join dan meng-encourage teman-teman merchant untuk merangsang pembeli supaya menggunakan Yap!. Contoh program yang akan kami luncurkan yakni discount untuk para merchant.

Ada pula program downloader untuk menstimulus jumlah pengunduh aplikasi tersebut. Untuk launching, kami sebenarnya punya dua program. Launching di Blok M belum lama ini adalah soft launching, yakni menguji awareness masyarakat dan mengenalkan aplikasi Yap! kepada masyarakat. Oleh sebab itu, kemarin kami bilang: tidak perlu bawa dompet, tidak perlu top up. Itulah jargon-jargon yang kita sampaikan ke masyarakat dengan tujuan memperkenalkan Yap!.

Nantinya, bila sudah memiliki jumlah merchant sesuai dengan yang diinginkan, kami akan mengadakan launching yang lebih besar. Namun, bentuk acara nanti bukan seperti ceremony, tetapi akan meng-campaign masyarakat. Contohnya, di Java Jazz, kami akan fokus pada Yap!

Orang akan melihat BNI sebagai sponsor, tetapi Yap! akan menjadi ambience. Kami akan punya beberapa program dan experience berbau Yap! Baik dari sisi payment maupun dari sisi experience. Sebagai sarana informasi, kami memiliki situs www.yap.id yang berisi semua informasi tentang Yap! mulai dari A sampai Z.

Kalau soal merchant, apakah basisnya berasal dari UnikQu yang sudah eksisting?

Beda. Karena UnikQu closed-loop by DIMO. Jadi, sekarang ini saldo UnikQu bisa dipakai di dua tempat, yakni merchant-nya UnikQu dan Dimo. Suatu hari nanti, kami akan bilang kepada Dimo: tolong agar merchant Anda bisa kami pakai.

Berapa jumlah merchant yang ada saat ini?

Sekarang ini jumlah merchant Yap! sudah mencapai 3.500-an. Kami menargetkan pada saat Java Jazz, jumlah merchant menjadi 30.000-an.

Untuk merchant, kami akan fokus ke kalangan menengah ke bawah sesuai dengan tujuan Yap!. Selama ini merchant BNI yang digarap kebanyakan segmen ritel. Nah, sekarang kami turunkan sedikit ke level mikro seperti ke tukang siomay, tukang buah, atau penjual makanan sehari-hari. Jadi, kami ingin menyampaikan pesan bahwa menjadi penggunaan Yap! sangat mudah. Jadi, nantinya Yap! bisa digunakan untuk membeli soto mie, mie ayam, atau belanja di toko kelontong.

Kelebihan Yap! adalah transaksi bisa terbaca oleh si merchant, yakni bisa kelihatan nama pembeli. Misalnya, kemarin kami launching di Filosofi Kopi. Saat beli kopi, kami tidak perlu menyebutkan nama seperti saat beli kopi di Starbucks akan ditanya: atas nama siapa? Kami juga menyasar kantin-kantin di kampus. Kebanyakan kartu mahasiswa menggunakan BNI sehingga bisa menggunakan debit card.

Adapun, selama satu tahun ini kami menargetkan 300.000 merchant dengan asumsi satu bulan kami bisa menggaet sekitar 30.000 merchant. Bagaimana caranya? Kami punya reguler merchant yang sekarang EDC berjumlah 120.000 merchant. Mereka tinggal ditempel Yap!. Kalau dulu, kami perlu waktu belasan hingga puluhan tahun untuk memasangnya. Kini, dalam waktu satu tahun kami harus masif bergerak untuk mengonversi merchant yang EDC menjadi yap!.

Nah, yang 150.000 merchant lagi, kami menggunakan jaringan misalnya sales-sales untuk mengakuisisi merchant-merchant baru yang kelasnya sudah kami turunkan ke segmen mikro. Kalau yang reguler merchant, segmen mereka ritel menengah ke atas.

Kenapa Yap! menyasar segmen mikro?

Kami punya bermacam-macam stakeholders. Salah satu shareholder kami yang paling besar yaitu pemerintah. BNI punya dua misi dalam perbankan. Pertama, reveneu karena kami perusahaan terbuka. Kedua, kami memiliki misi untuk menjadi agent of development. Berkaitan dengan itu, BNI sudah memegang banyak program, seperti Bansos, Kartu Tani, dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) untuk pendidikan. Nah, sekarang kami akan masuk ke UMKM yang jumlahnya pasti banyak.

Jadi, kami menyasar UMKM untuk membantu pemerintah. Pada saat mendemokan sistem ini ke Pak Jokowi, dia juga senang. Bisnis seperti ini sangat menarik karena menyasar pedagang-pedagang kecil.

Apa saja tantangan selama pengembangan Yap!?

Tantangan pengembangan Yap! tidak lain adalah akseptasi. Jadi, kuncinya adalah akseptasi untuk memperbanyak merchant. Kalau merchant sudah banyak langkah selanjutnya adalah downloader. Makanya, kami sangat senang bila ada crowd seperti di Java Jazz. Jumlah pengunjung Java Jazz sudah bisa ditebak antara 30.000-an sampai 50.000-an per hari.

Kami menargetkan setiap orang yang masuk harus mempunyai Yap! karena di dalam venue, sistem pembayaran seperti di beverage food dan merchandise menggunakan sistem Yap!. Nah, Yap.id adalah digital experience sebagai wadah untuk mencari tahu lebih banyak mengenai Yap!.

Operator seluler sudah terlebih dahulu mengembangkan digital payment dan tampaknya tidak terlalu sukses. Apakah Anda yakin Yap bisa meraih kesuksesan? Atau justru akan bernasib sama seperti dengan digital payment operator seluler?

Itulah yang tadi saya katakan bahwa BNI jeli melihat pasar. Secara DNA, perusahaan telko main di bidang infrastruktur. Padahal, pemahaman mengenai ekosistem bukan melulu tentang infrastruktur, tetapi berkaitan juga dengan cara membangun experience. Sekarang ini, BNI adalah satu-satunya bank yang sudah mendapatkan lisensi untuk pembayaran menggunakan QR payment sedangkan yang mereka lakukan itu lebih ke closed-loop seperti UnikQu.

Nah, program ini berbeda. Program ini bersifat nasional. Tadi saya bilang bahwa sudah ada beberapa fintech yang akan menggunakan QR kami, yang akan menjadi cikal-bakal standar QR nasional. Kami membantu regulasi untuk merumuskan standar tersebut. Jadi, kalau ditanya apakah gagal atau tidak? Hal tersebut berkaitan dengan pemahaman mengenai ekosistem.

Saya pikir ini lebih mengarah ke komunitas. BNI tidak melihat diri sendiri, tetapi BNI akan melihat dalam kerangka nasional. Yap! ini bukan untuk BNI, tetapi untuk nasional. Kami punya motto BNI Digination, yaitu BNI mendigitalisasi Indonesia. Salah satu caranya adalah melalui yap!.

Dulu, Agen46 mendigitalisasi masyarakat menggunakan teknologi tepat guna, bukan teknologi canggih. BNI menciptakan ekosistem, bantuan sosial harus melalui Agen46 dan tidak melalui ritel modern. Kami ingin membuat Agen46 yang notabene memiliki warung akan tumbuh ketika memiliki pasar.

Nantinya, seluruh Agen46 yang berjumlah 72.000 akan secara otomatis menjadi merchant Yap! Jadi, nanti di menu Agen46 bisa men-generate QR. Contohnya, ada warung Agen46 berbentuk kelontong. Nah, di menu Agen46 bisa men-generate QR lalu tinggal bayar. Dari jumlah Agen46 sebanyak 72.000, ada sekitar 30.000 Agen46 yang merupakan toko kelontong. Oleh sebab itu, kami sangat optimistis.

Bagaimana peran karyawan BNI yang berasal dari generasi milenial dalam pengembangan aplikasi Yap!?

Nama Yap! muncul setelah kami melibatkan anak-anak muda dalam proyek pengembangan aplikasi pembayaran ini. Nama Yap! bukan didapatkan melalui sayembara atau audisi, melainkan melalui diskusi dengan anak-anak dari generasi milenial.

Yap! itu merupakan kepanjangan dari your all payment karena Yap! memiliki semua sources of fund, mulai dari kartu kredit, kartu debit, dan UnikQu. Kalau Anda baca Yap! dari belakang maka akan menjadi pay. Nah, supaya mempermudah masyarakat untuk mengingat maka kami memilih nama Yap!. Namanya memang sangat milenial dan tidak ada brand BNI yang muncul secara dominan di nama tersebut.

Seperti sudah disampaikan sebelumnya, kami ingin mempersembahkan Yap! untuk Indonesia, bukan untuk BNI. Sekarang ini, kami baru mendapatkan izin on us yang berarti hanya kartu-nya BNI dan merchant BNI yang bisa memanfaatkan aplikasi ini. Sebentar lagi, kami akan mengajukan izin of us sehingga Yap! bisa dibaca oleh produk sejenis dan merchant lain.

Apakah Yap! akan bersinggungan dengan uang elektronik yang card base atau e-money?

Tidak. Masing-masing pasti punya pasar sendiri. Apakah nantinya Yap! dapat digunakan untuk pembayaran transportasi? Itu next project. Untuk mewujudkan gagasan tersebut, kami ditantang untuk melakukan pembayaran via Yap! dengan sangat cepat.

Bila dikatakan overlap, dua-duanya merupakan uang elektronik: yang satu disimpan di kartu dan yang satu disimpan di server. Kalau di kartu, kecepatan tinggi, tetapi kalau hilang maka raib sudah. Kalau yang di database, perlu jaringan sehingga proses agak lebih lambat. Akan tetapi, kita sedang mengembangkan teknologi supaya proses bisa lebih cepat.

Bagaimana aspek keamanan di Yap!?

Salah satu tantangan paling krusial adalah soal keamanan. BNI sudah punya standar untuk melakukan mitigasi risiko. Sampai sekarang, BNI masih melakukan monitoring secara ketat kepada para penjahat cyber. Apalagi, karena masih di tahap awal, biasanya muncul tantangan dari para penjahat cyber yang coba-coba untuk menyusup ke sistem kami.

BNI punya beberapa lapisan keamanan, misalnya lapisan keamanan di aplikasi, lapisan keamanan di middle, dan lapisan keamanan di core. Di source of fund, kami juga punya beberapa lapisan keamanan. Misalnya, di aplikasi ada user password. Ketika memilih source of fund, ada otentifikasi, yakni pin dari masing-masing kartu, baik pin kartu kredit, pin kartu debit, dan pin UnikQu.

Karena mengandalkan jaringan, apakah Yap! akan sulit diaplikasikan di pelosok daerah?

Kalaupun ada masalah jaringan, karena BNI merupakan BUMN maka kami tinggal melakukan sinergi dengan BUMN di bidang infrastruktur telekomunikasi.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ratih Rahayu
Editor: Cahyo Prayogo

Bagikan Artikel: