Memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia tidak otomatis membuat Indonesia menjadi negara produsen garam terbesar. Faktanya, hingga kini Indonesia masih harus mengimpor garam alias masih jauh dari mimpi swasembada.
Ekonom senior Faisal Basri menegaskan, luas laut bukan faktor utama produksi garam. Sejumlah negara yang masuk daftar 10 besar pemilik pantai terpanjang juga tercatat sebagai salah satu negara importir garam. Contohnya, Amerika Serikat yang memiliki garis pantai 19.924 km ternyata mengimpor garam dengan total USD479,2 juta.
"Selanjutnya ada Jepang yang memiliki garis pantai 29.751 km juga melakukan impor garam dengan total USD418,3 juta," kata Faisal saat menghadiri launching dan bedah buku "Hikayat si Induk Bumbu: Jalan Panjang Swasembada Garam" di Jakarta, Kamis (22/2/2018).
Faisal pun mengungkapkan setidaknya ada tiga faktor yang menyebabkan Indonesia masih jauh dari swasembada garam. Pertama kualitas. Faisal mengatakan penyerap terbanyak garam di Indonesia adalah sektor industri. "Sayangnya, spesifikasi garam dalam negeri belum bisa memenuhi standar garam industri," ujarnya.
Faktor kedua adalah harga. Biaya produksi per unit dalam industri garam di Indonesia amat tinggi. Hal itu dipicu oleh metode produksi manual dan penggunaan lahan musiman. "Kondisi ini tentu saja menyebabkan waktu produksi singkat dan kuantitas hasilnya rendah," jelasnya.
Lalu, faktor ketiga adalah iklim. Kelembapan di Indonesia bisa mencapai 80%. Hal ini membuat penguapan manual di tambak garam berjalan lambat.
"Belum lagi mempertimbangkan perubahan iklim, yang membuat hujan mendadak bisa terjadi berhari-hari di tengah kemarau sehingga penguapan di tambak garam sama sekali gagal," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Fauziah Nurul Hidayah
Tag Terkait: