PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk mencatatkan total kerugian sebesar 213,4 juta dolar AS (setara Rp2,88 triliun, kurs Rp13.500) pada tahun kinerja 2017, turun 2.378 persen dibandingkan laba pada 2016 sebesar 9,36 juta dolar AS (setara Rp126,36 miliar).
Direktur Utama Garuda Indonesia Pahala Mansury dalam jumpa pers di Jakarta, Senin, menjelaskan perusahaan sebenarnya mampu membukukan laba bersih pada triwulan ketiga dan keempat 2017. Sayangnya, laba tersebut tidak mampu menutup kerugian pada triwulan pertama dan kedua 2017.
Pada triwulan pertama 2017, perusahaan berkode GIAA merugi sebesar 99,1 juta dolar AS dan pada triwulan kedua merugi 184,7 juta dolar AS. Pada triwulan kedua 2017 itu, perusahaan harus menanggung "non recurring expense" (biaya khusus) yang dikomposisi dari pembayaran amnesti pajak sebesar 137 juta dolar AS juga denda atas kasus persaingan bisnis kargo dengan Australia sebesar 7,5 juta dolar AS.
Jika dikurangi biaya-biaya tersebut, maka kerugian maskapai tersebut pada triwulan kedua 2017 sebesar 38,9 juta dolar AS. Kemudian pada triwulan ketiga, perusahaan mampu membukukan laba sebesar 61,9 juta dolar AS dan pada triwulan keempat laba bersih perusahaan anjlok menjadi sebesar 8,5 juta dolar AS.
"Kalau kita masukkan memang Garuda Indonesia secara 'full year' membukukan kerugian 213,4 juta dolar AS. Tetapi kalau kita lihat di triwulan empat kita sudah membukukan laba," katanya.
Kendati merugi, Pahala menjelaskan capaian pendapatan operasional perusahaan mencapai 4,2 miliar dolar AS, meningkat 8,1 persen dibandingkan 2016 sebesar 3,9 miliar dolar AS.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: