Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Diperlukan Langkah Strategis Formulasikan Harga Batu Bara Khusus Domestik

Diperlukan Langkah Strategis Formulasikan Harga Batu Bara Khusus Domestik Kredit Foto: Antara/Syifa Yulinnas
Warta Ekonomi, Jakarta -

Terkait rencana pemerintah yang akan segera menetapkan formulasi harga batu bara khusus pasar domestik (Domestic Market Obligation), Ikatan Ahlli Geologi Indonesia (IAGI) menyatakan, formulasi harga batu bara sebaiknya dapat didiskusikan terlebih dahulu antara pemerintah dalam kepentingannya untuk mengelola kebutuhan energi di dalam negeri dan pengusaha pertambangan batu bara.

"Pada dasarnya, persoalan harga batu bara domestik adalah persoalan visi jangka panjang sehingga mestinya hal tersebut telah ditetapkan oleh pemerintah, jauh sebelum PLTU Batu bara mendominasi bauran energi di Indonesia," ujar Singgih Widagdo, Ketua Kebijakan Publik IAGI. 

Dengan kebijakan penetapan harga jual batu bara mengikuti Harga Batubara Acuan (HBA), diakui menjadi salah satu keberhasilan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Termasuk pembayaran royalty batu bara yang harus dibayarkan terlebih dahulu oleh pengusaha tambang batu bara sebelum menjual batu bara ke pihak lain. 

"Melalui pembayaran royalty yang harus dibayarkan di muka, menjadi sangat jelas bagaimana pemerintah secara tegas memberlakukan filosofi perpindahan kepemilikan sumber daya alam (batu bara) dari negara kepada pihak kontraktor tambang," paparnya.

Itu sebabnya, pemerintah semestinya memisahkan antara harga batu bara di dalam negeri dengan harga batu bara untuk kepentingan ekspor. Memisahkan harga jual batu bara untuk pasar domestik dan ekspor, bukan saja mempertimbangkan nilai ekonomi semata, tetapi juga menjadi rasional bagi masyarakat dalam menilai pemerintah, mengelola sumber daya alam untuk kepentingan sebesar-besar rakyat.

Sebab muncul tuntutan dari berbagai pihak agar sebagai eksportir batu bara terbesar di dunia, Indonesia semestinya dapat memainkan perannya dalam mempengaruhi harga batu bara di pasar internasional, tutur alumnus UGM ini.

Mengenai perbedaan nilai harga antara pasar domestik dan ekspor, idealnya menjadi pemikiran kepentingan oleh berbagai pihak, seperti Kementeriaan ESDM, Kementerian Keuangan, pemerintah daerah, dan juga investor pertambangan. Dengan memisahkan harga domestik dan ekspor, yang semestinya telah ditetapkan maka perdebatan di saat indeks harga batu bara menyentuh di atas US$100 telah dapat diantisipasi sebelumnya dengan menggunakan satu formulasi.

Untuk kepentingan jangka panjang, Kementerian ESDM tidak perlu terburu-buru atas dorongan naiknya belanja energi primer, membuat keputusan memisahkan harga batu bara domestik dan ekspor melalui perubahan Peraturan Pemerintah (PP). Namun demikian, hal ini lebih baik diarahkan untuk kepentingan jangka panjang, bagaimana batu bara semestinya lebih dapat dikelola sebagai energi untuk kepentingan ekonomi nasional jangka panjang.

Adapun, pada awal 2018, Kementerian ESDM telah menetapkan persentase minimal penjualan batu bara untuk kepentingan dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO) sebesar 25% dari rencana produksi tahun 2018 yang disetujui. Diharapkan dengan persentase 25% tersebut, kewajiban DMO naik menjadi 121 juta ton. Kementerian ESDM mempertegas batas atas produksi tahun ini sebesar 485 juta ton.

Jumlah dihitung atas realisasi produksi sepanjang 2017 sebanyak 461 juta ton ditambah 5% toleransi ekspansi produksi yang bisa diberikan ESDM. Selama 2017, penyerapan batu bara DMO tercatat sebanyak 97 juta ton. Jumlah ini lebih rendah dibandingkan target yang diwajibkan dalam DMO 2017 sebesar 121 juta ton.

"Karena itu, ada usulan agar DMO diletakkan atas dasar national coal logistic chain secara menyeluruh atas industri pertambangan batu bara yang telah terbangun seperti saat ini. Semestinya, DMO tidak diletakkan sebagai ruang yang terbuka, dimana semua perusahaan dapat memasok batu baranya ke berbagai pengguna batu bara.

Dari sisi kapasitas produksi, volume DMO, loading capacity, discharging facilities di pihak pemakai dan belum lagi masalah kualitas batubara, akan menjadi parameter yang semestinya dipertimbangkan terlebih dahulu. Termasuk juga perlu pertimbangan jika sudah terjadi kontrak jangka panjang yang telah dimiliki oleh PLN dan Independent Power Producer (IPP) untuk memasok batu baranya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Fauziah Nurul Hidayah

Bagikan Artikel: