Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Reformasi Keuangan Berkelanjutan Indonesia Berkembang Signifikan

Reformasi Keuangan Berkelanjutan Indonesia Berkembang Signifikan Petugas menghitung uang pecahan Rupiah di Valuta Inti Prima (VIP), Jakarta, Selasa (19/9). Data Bank Indonesia tentang Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada akhir Juli 2017 berdasarkan kelompok peminjam, pertumbuhan tahunan ULN sektor swasta menurun, sedangkan ULN sektor publik mengalami peningkatan. ULN sektor swasta tercatat USD165,5 miliar (48,7% dari total ULN) atau turun 1,2% (yoy), lebih dalam dibandingkan dengan penurunan pada Juni 2017 yang sebesar 0,7% (yoy). Sementara itu, posisi ULN sektor publik pada Juli 2017 tercatat sebesar USD174,3 miliar (51,3% dari total ULN) atau tumbuh 9,2% (yoy), lebih tinggi dari 7,3% (yoy) pada bulan sebelumnya. | Kredit Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Warta Ekonomi, Jakarta -

Laporan Perkembangan Global Berkelanjutan Pertama dari Sustainable Banking Network yang didukung International Finance Corporation (IFC) menunjukkan 34 negara telah memulai reformasi perbankan dengan memperluas jangkauan pinjaman berkelanjutan. Diharapkan ini menjadi kekuatan utama dalam mendorong pembangunan dan memerangi perubahan iklim.

Menurut laporan di atas, ke-34 negara tersebut menyumbang $42,6 triliun aset bank, yang merupakan lebih dari 85 persen dari total aset bank di pasar negara berkembang. Memang ada yang lebih kaya dari yang lain, tapi semuanya telah menunjukan perkembangan dalam memajukan keuangan berkelanjutan.

Delapan negara; Bangladesh, Brasil, Cina, Kolombia, Indonesia, Mongolia, Nigeria, dan Vietnam telah mencapai tahap lanjut, setelah menerapkan reformasi berskala besar dan menerapkan sistem pengukuran hasil. Reformasi ini mensyaratkan perbankan untuk melakukan asesmen dan melaporkan dampak sosial dan lingkungan, dalam proses pinjaman. Dalam prosesnya, mereka juga memberikan insentif pasar terhadap bank yang memberikan pinjaman kepada proyek hijau.

"Kemajuan ini merupakan langkah penting untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan pada tahun 2030," kata Ethiopis Tafara, Wakil Presiden IFC untuk Legal, Risiko Kepatuhan, dan Keberlanjutan di Jakarta, Selasa (27/2/2018).

Dijelaskannya, ini menunjukkan, bahkan negara-negara miskin pun bisa menerapkan reformasi keuangan yang berkelanjutan. Dalam waktu yang singkat jaringan Perbankan Berkelanjutan (Sustainable Banking Network) telah menunjukkan pencapaian yang cukup signifikan ketika regulator, pembuat kebijakan, asosiasi perdagangan, dan institusi pembangunan berkolaborasi untuk memajukan keuangan yang berkelanjutan.

Laporan ini memberikan indikator dan alat praktis bagi negara-negara tersebut untuk mengajukan permohonan ke pasar domestik mereka sendiri, terlepas dari ukuran atau tahap perkembangannya.

Hal ini penting karena memfasilitasi pembelajaran oleh semua anggota dan mempercepat laju perubahan. Hal ini didasarkan pada pendekatan pengukuran-hasil inovatif yang telah disepakati oleh 34 negara anggota. Hal ini adalah sebuah pencapaian luar biasa dan merupakan terobosan baru untuk mengukur kemajuan di tingkat global.

"Tujuan dari laporan ini adalah untuk memberikan informasi praktis kepada negara anggota SBN untuk membantu mereka mengembangkan kebijakan publik. Ini adalah panduan yang berguna, tidak hanya untuk regulator dan pemerintah, tapi juga bagi perbankan. Laporan ini diharapkan dapat mengarahkan mereka menuju apa yang bisa dan harus mereka lakukan dari arus bawah ke atas," kata Edi Setijawan, Direktur Keuangan Berkelanjutan, Otoritas Keuangan Indonesia (OJK), dan co-chairman Kelompok Kerja Pengukuran SBN yang memimpin pengembangan metodologi unik di balik laporan tersebut.

Laporan tersebut secara positif menggarisbawahi Roadmap Keuangan Berkelanjutan dari Otoritas Jasa Keuangan Indonesia (OJK) yang mencakup 19 kegiatan jangka menengah dan panjang yang akan dilaksanakan antara tahun 2015 dan 2024. Payung hukum Keuangan Berkelanjutan yang dirilis pada Juli 2017 merupakan tonggak utama dari Roadmap. Dalam kebijakan tersebut diperkenalkan persyaratan seperti penyusunan rencana aksi keuangan berkelanjutan dan pelaporan keberlanjutan untuk bank terbesar.

OJK juga telah menetapkan sejumlah inisiatif untuk mendukung penerapan lebih lanjut praktik berkelanjutan di seluruh sektor perbankan, termasuk pembentukan Forum Keuangan Berkelanjutan dan Penghargaan Keuangan Berkelanjutan tahunan.

Kebijakan baru tersebut mencakup seluruh sektor keuangan, termasuk lembaga non-perbankan, dana pensiun, dan asuransi. Dalam laporan tersebut juga memberikan panduan praktis untuk membantu institusi keuangan dalam mengelola risiko sosial dan lingkungan yang spesifik dalam aktivitas mereka. Panduan seperti definisi, alat, dan metodologi juga dapat mendorong arus keuangan hijau.

Laporan tersebut juga mengarah pada pengembangan insentif fiskal dan nonfiskal untuk institusi-institusi keuangan dan meningkatkan kemampuan internal untuk memantau pelaksanaan Rencana Aksi Keuangan Berkelanjutan yang dihasilkan oleh perbankan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fauziah Nurul Hidayah

Bagikan Artikel: