Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

HUT ke-20 Kementerian BUMN, Menteri Rini ke Walini Bandung

HUT ke-20 Kementerian BUMN, Menteri Rini ke Walini Bandung Pemerintah menargetkan penyatuan atau holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor pertambangan rampung tahun ini. Nantinya, holding tersebut menyatukan empat BUMN, yaitu PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero), PT Aneka Tambang (Persero) Tbk, PT Bukit Asam (Persero) Tbk, dan PT Timah (Persero) Tbk. | Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Bandung -

Menteri BUMN Rini Soemarno, Rabu (21/3/2018) pagi mengunjungi Perkebunan Walini, Bandung Barat, Jawa Barat dalam rangka bagian dari peringatan HUT ke-20 Kementerian BUMN.

Dalam kunjungannya, Menteri Rini menggunakan kereta dari Stasiun Gambir dan tiba sekitar pukul 08.00 WIB di Stasiun Maswati, Cikalongwetan, Bandung Barat.

Setelah tiba di Stasiun, Menteri Rini beserta jajaran direksi BUMN berjalan kaki ke posyandu terdekat dan berdiskusi dengan ibu-ibu. Dalam diskusi tersebut, Menteri Rini sempat menyinggung proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang melalui Walini.

"Kami dari Kementerian BUMN sedang berulang tahun dan kita sedang membangun kereta cepat. Diharapkan pembangunan ini dapat membantu masyarakat di sini," kata Rini.

Sembari mengelus-elus perut salah satu ibu yang sedang hamil, Rini meminta doa agar BUMN semakin sukses dan membawa manfaat kepada masyarakat sesuai dengan visinya, yakni BUMN Hadir untuk Negeri.

Setelah menyambangi posyandu, Rini juga meninjau Program Padat Karya Tunai (Cash for Work). Padat Karya Tunai dilakukan dengan membersihkan saluran irigasi karena banyak saluran di kebun Walini yang harus dibersihkan agar aktif kembali.

Ada pun kebun Walini yang menjadi lokasi pembangunan kereta cepat ini terletak di lahan milik PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII.

Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung sepanjang 142,3 km dikerjakan oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), perusahaan patungan BUMN dengan China Railway International Corporation.

Awalnya, proyek itu membutuhkan investasi sebesar 5,988 miliar dolar AS (sekitar Rp80,87 triliun, kurs Rp13.500). Namun, angka tersebut melonjak menjadi 6,071 miliar dolar AS (sekitar Rp81,95 triliun) karena biaya asuransi dan biaya pelindung pinjaman terhadap volatilitas yang tak terduga atau "Debt Service Reserve Account" (DSRA).

Porsi pendanaan proyek tersebut terbagi dua, yakni 75 persen ditanggung China Development Bank (CDB) dan sisa 25 persen dari ekuitas pemegang saham KCIC.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: