Mantan Ketua KPK Abraham Samad mengajak mahasiswa Universitas Negeri Padang, Sumatera Barat untuk tidak apatis terhadap perilaku korupsi sehingga bangsa ini dapat dikelola dengan baik pada masa depan.
"Banyak yang masih menyangka korupsi hanya persoalan menyelundupkan uang negara, korupsi jauh lebih luas karena tindakan amoral dan tidak bermartabat termasuk korupsi," katanya di hadapan mahasiswa UNP di Padang, Kamis (22/3/2018).
Ia mencontohkan ketika para mahasiwa tidak belajar dan ketika ujian mencontek jawaban teman itu disebut korupsi, melanggar lalu lintas dan menyogok polisi agar bisa lolos dari denda tilang itu disebut tindakan korupsi dan lain macamnya.
Selama ini sebagian besar masyarakat bersikap apatis terhadap tindakan korupsi yang terjadi di sekitarnya. Padahal sikap itu menjadi salah satu penyebab bangsa ini menjadi terpuruk seperti saat ini.
Menurut dia pemberantasan korupsi harus dilakukan dalam tiga fase yaitu fase represif berupa penindakan seperti yang KPK lakukan terhadap pelaku korupsi. Kedua, fase pencegahan dengan melakukan pembenahan, perbaikan sistem tata kelola pemerintahan dan ketiga pendidikan karakter.
"Saat ini KPK mungkin bisa menangkap pelaku korupsi namun apabila pendidikan karakter tidak dilakukan tentu kita tidak dapat menjamin generasi muda melakukan tindakan korupsi," ujarnya.
Ia mengajak seluruh pihak agar menumbuhkan sikap anti korupsi dalam dirinya terutama pada generasi muda yang membutuhkan pendidikan karakter.
"Jika kita berhasil menanamkan sikap ini tentu perilaku korupsi tidak akan ditemui di masa depan," tambah dia.
Terkait banyaknya kepala daerah yang terlibat korupsi, ia menilai partai politik tidak memiliki kode etik dan akuntabilitas keuangan yang transparan. Kode etik yang dilakukan partai misalnya tidak mendukung calon yang tersangkut kasus korupsi.
Selain itu setiap partai harus memiliki akuntbilitas keuangan yang jelas sehingga penggunaan uang partai jelas kemana penggunaannya. Ditambah adanya mahar politik yang membebankan kepada calon yang maju dalam pemilihan kepala daerah.
"Dampak dari adanya mahar politik adalah tingginya biaya maju menjadi pimpinan daerah apabila sukses untuk duduk maka mereka berupaya mengembalikan dana tersebut.
Apabila partai memenuhi kedua hal itu maka tidak akan ada kepala daerah yang tersangkut korupsi," ujar dia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: