Pengamat hubungan internasional dari Universitas Indonesia Profesor Doktor Hikmahanto Juwana berpendapat, Pemerintah Indonesia tak perlu memutuskan hubungan diplomatik dengan Arab Saudi dan kasus hukuman mati terhadap TKI tak akan mempengaruhi hubungan kedua negara.
Hikmahanto Juwana di Jakarta, Senin mengatakan, Arab Saudi memiliki kedaulatan dalam mengatur hukum di negaranya sendiri.
Karena itu, dalam hal kasus hukuman mati Muhammad Zaini Misrin, pemerintah Indonesia tidak bisa mencampuri keputusan yang dilakukan Pemerintah Arab Saudi.
"Langkah yang dilakukan pemerintah Indonesia sudah tepat dengan memanggil duta besar Arab Saudi dan menyampaikan protes. Kita harus menghargai kedaulatan setiap negara," ujarnya dalam keterangan persnya.
Dia juga mengingatkan Pemerintah Indonesia agar tidak salah langkah apalagi sampai berniat memutus hubungan kedua negara.
Jika hal itu terjadi, maka yang rugi adalah Indonesia. Apalagi, kata dia, hubungan dua negara terlihat makin mesra setelah kunjungan Raja Arab Raja Salman bin Abdulaziz Al Saud.
Bahkan, kunjungan Raja Salman ke Indonesia mendapat sambutan yang meriah.
"Semua pihak harus melihat masalah ini secara proporsional. Tidak perlu sampai memutuskan hubungan diplomatik yang justru malah merusak hubungan kedua negara," katanya.
Hikmahanto juga menyatakan Konvensi Wina 1963 tak mengatur sanksi pemberian notifikasi hukuman mati warga negara asing (WNA).
Jadi, dengan alasan itu, Arab Saudi tak perlu menginformasikan tentang eksekusi mati TKI Muhammad Zaini Misrin kepada Pemerintah Indonesia.
Tapi, Hikmahanto menjelaskan, dengan alasan kemanusiaan mestinya negara manapun yang menganut hukuman mati harus menyampaikan notifikasi kepada negara asal WNA itu.
Selain rasa kemanusiaan, kedua negara punya hubungan baik yang telah terjalin berpuluh-puluh tahun. Karena itu, sudah sepantasnya Pemerintah Arab Saudi memberi notifikasi kepada Pemerintah Indonesia terlebih dulu.
Meski demikian, Pemerintah Indonesia bisa memahami kebijakan sepihak yang dilakukan Arab Saudi. "Sebab tak ada aturan yang mengharuskan Arab Saudi memberitahukan pelaksanaan eksekusi itu," ujarnya.
Berdasarkan hukum internasional merujuk pada Konvensi Wina 1963 tentang Hubungan Kekonsuleran (Konvensi Wina 1963), Indonesia dan Arab Saudi telah menjadi anggota melalui aksesi masing-masing pada 4 Juni 1982 dan 29 Juni 1988.
Dalam pasal 36, kata dia, mengatur tentang pemberian notifikasi bagi negara yang menangkap dan menghukum mati warga negara asing (WNA) kepada pemerintah negara asalnya.
"Sayangnya dalam Konvensi Wina itu tidak mengatur sanksi bagi negara yang tidak memberikan notifikasi. Itulah lemahnya hukum internasional, ada pelanggaran, tapi tidak diberikan sanksi," tutur Hikmahanto.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: