Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Elia Massa Manik mengatakan peristiwa tumpahnya minyak di Tanjung Balikpapan, Kalimantan Timur memiliki pengaruh pasokan minyak wilayah Indonesia Timur.
"Ada pengaruhnya untuk Indonesia Timur, namun sudah dapat kami atasi, karena memang Balikpapan memasok kawasan tersebut," kata Elia Massa Manik ketika di Komisi VII DPR, Jakarta, Senin (16/4/2018).
Ia mengatakan tindakan pertama untuk mengatasi pasokan adalah memodifikasi jalur distribusi, dengan mengubah jalur pipa dari operasi beberapa kilang terdekat.
Kedua, pengaturan kondisi operasi. Ketiga adalah mengatur komunikasi mengenai stok jumlah crude atau minyak mentah antar wilayah di kawasan Indonesia Timur.
Informasi terakhir dari perkembangan peristiwa Tanjung Balikpapan adalah PT Pertamina (Persero) menyiapkan pipa minyak bawah laut sebagai pengganti pipa sebelumnya, yang putus di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur.
"Pipa pengganti ini akan dibawa dari Balongan, Jabar, ke Balikpapan," kata Manajer Komunikasi dan CSR Pertamina Wilayah Kalimantan Yudy Nugraha.
Menurut Yudy Nugraha, pipa pengganti akan segera dipasang setelah memperoleh izin penyidik kepolisian.
Saat ini, pipa bawah laut, yang putus pada 31 Maret 2018 masih berada di tempat semula untuk keperluan penyidikan.
"Apabila pipa yang putus sudah diangkat dari dasar laut dan diperbolehkan oleh pihak penyidik untuk penggantian pipa, maka pipa pengganti ini dapat segera dipasang," katanya.
Yudy menjelaskan pipa yang disiapkan berjumlah 22 buah dengan panjang masing-masing 12 meter.
Saat ini, Pertamina mengalirkan minyak mentah dari Terminal Minyak Mentah Lawe-lawe ke kilang Balikpapan dengan menggunakan pipa bawah laut lain berukuran 16 inci.
Pipa Pertamina yang putus memiliki ukuran 20 inci dengan ketebalan pipa 12,7 mm dan terbuat dari bahan "carbon steel pipe" API 5L Grade X42.
Kekuatan pipa terhadap tekanan diukur dari "maximum allowable operating pressure" (MAOP) adalah 1.061,42 psig, sementara "operating pressure" yang terjadi pada pipa masih di bawah yakni hanya mencapai 170,67 psig.
Menurut Yudy, kondisi pipa sebelum putus cukup baik dan sudah dilakukan inspeksi secara berkala.
Terakhir kali "visual inspection" dilakukan pada 10 Desember 2017 oleh "diver" untuk cek kondisi luar pipa, "cathodic protection", dan "spot thickness".
Sementara, lanjutnya, inspeksi untuk sertifikasi terakhir dilakukan 25 Oktober 2016.
Sertifikat kelayakan penggunaan peralatan yang dikeluarkan Ditjen Migas Kementerian ESDM itu masih berlaku hingga 26 Oktober 2019.
"Serifikasi dilakukan tiga tahun sekali sesuai SKPP Migas," katanya.
Di sisi lain, menurut Yudy, Pertamina terus merealisasikan bantuan kepada warga terdampak.
Hingga Sabtu (14/4), Pertamina telah menyalurkan bantuan mencapai Rp2,2 miliar berupa bantuan CSR, kompensasi, dan santuan dana.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: