PT Pupuk Indonesia (Persero) berhasil melampaui target laba yang ditetapkan pemegang saham sebesar 150,2% dari target RKAP. Pada tahun 2017, perseroan mencatatkan laba sebesar Rp3,08 triliun, lebih besar dari target sebesar Rp2,05 triliun dengan total pendapatan mencapai Rp58,96 triliun. Perolehan laba tersebut sebenarnya masih lebih rendah dibandingkan tahun 2016 yang sebesar Rp3,53 triliun.
Direktur Utama Pupuk Indonesia, Aas Asikin Idat, mengatakan faktor pertama kinerja laba yang apik tersebut karena pihaknya melakukan efisiensi sehingga mengurangi pendapatan subsidi.
"Selain itu, harga komoditas urea dan amoniak internasional juga mengalami penurunan sangat drastis sehingga mengurangi pendapatan perusahaan dari sektor pupuk nonsubsidi," katanya di Jakarta, Selasa (8/5/2018).
Hal tersebut dikarenakan pendapatan Pupuk Indonesia dari sektor pupuk bersubsidi berkurang dari Rp26,85 triliun di tahun 2016 menjadi Rp24,97 triliun pada tahun 2017. Alhasil, secara langsung memberikan penghematan pengeluaran pemerintah untuk subsidi pupuk. Meskipun demikian, penyaluran pupuk bersubsidi di tahun 2017 justru mengalami peningkatan dari 9,18 juta ton menjadi 9,30 juta ton di tahun 2017.
"Ini membuktikan walaupun kita melakukan efisiensi, tidak mengurangi pelayanan kita ke sektor PSO," tambahnya.
Ia menyebutkan bahwa sepanjang tahun 2017 lalu berhasil Pupuk Indonesia menyalurkan 9,3 juta ton pupuk untuk sektor PSO (public service obligation) dengan rincian 4,1 juta ton urea; 2,68 juta ton NPK; 851 ribu ton SP36; 961 ribu ton ZA; dan 688 ribu ton pupuk organik. Jumlah penyaluran PSO ini meningkat dari 9,18 juta ton di tahun 2016, sedangkan penjualan ke sektor nonsubsidi mencapai 2,19 juta ton.
Meskipun dapat menyalurkan pupuk bersubsidi lebih besar dibandingkan jumlah tahun 2016, justru perusahaan dapat menekan biaya penyaluran subsidi sehingga menghemat beban biaya subsidi yang dibayarkan pemerintah.
"Kami menerapkan kebijakan untuk menekan biaya-biaya, terutama efisiensi konsumsi bahan baku dan biaya distribusi pupuk sehingga perusahaan turut berkontribusi mengurangi beban subsidi pemerintah sebesar Rp1,88 triliun," kata Aas.
Pupuk Indonesia juga berhasil mencapai rekor produksi tertinggi sepanjang berdirinya perusahaan pada 2017, yaitu sebesar 11,42 juta ton untuk segala jenis pupuk. Kenaikan produksi ini antara lain didorong oleh mulai beroperasinya pabrik baru Pusri 2B yang berkapasitas 970 ribu ton per tahun.
"Selain itu, reliabilitas pabrik juga terus meningkat sehingga mengurangi terjadinya unscheduled shutdown," kata Aas.
Hal ini juga mendorong turunnya rasio konsumi gas bumi untuk produk urea, dari rata-rata 29,86 MMBTU per ton menjadi 28,69 MMBTU/ton. "Turunnya rasio konsumsi gas bumi adalah hasil dari semakin andalnya pabrik-pabrik kita berkat program revitalisasi yang kita jalankan," jelasnya.
Untuk produksi produk nonpupuk yang terdiri dari produk seperti asam sulfat, asam fosfat, dan produk sampingan lainnya mencapai 5,42 juta ton dari target sebesar 5,8 juta ton. Menurutnya, selama dua tahun terakhir industri pupuk di Indonesia mengalami kondisi yang cukup sulit, yaitu jatuhnya harga komoditas urea dan amoniak di pasar internasional. Hal ini dipicu oleh oversupply-nya pasar internasional serta turunnya harga energi dunia, khususnya gas yang merupakan bahan baku utama pembuatan pupuk urea.
Hal ini cukup berpengaruh terhadap kinerja Pupuk Indonesia secara keseluruhan di mana pendapatan perusahaan menurun dari Rp64,16 triliun menjadi 58,96 triliun. Namun, perusahaan tetap dapat menjaga kondisi keuangannya. Total aset perusahaan bertambah dari Rp127,1 triliun menjadi Rp128,49 triliun.
Program-program investasi dan pengembangan juga tetap dapat berjalan dengan baik, antara lain penyelesaian Pabrik Pusri 2B, pembangunan Pabrik Amurea 2 di Gresik, pengembangan NPK di Pusri, pabrik Gas Cogen Plant di Gresik, dan lain sebagainya.
"Kontribusi pajak terhadap pemerintah juga masih cukup baik yaitu sebesar Rp4,94 triliun dan dividen sebesar Rp768,85 miliar," terangnya.
Lebih lanjut, Aas mengucapkan terima kasih atas dukungan pemerintah yang sangat baik terhadap industri pupuk. Selain itu, program sinergi dan dukungan Kementerian BUMN juga berdampak sangat besar terhadap kinerja perusahaan.
"Kebijakan pemerintah untuk menurunkan harga gas berperan besar dalam menjaga daya saing perusahaan serta penghematan pengeluaran subsidi pemerintah," sebutnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: