Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Syarif Burhanuddin mengatakan badan usaha jasa konstruksi (BUJK) masih mendominasi di setiap perusahaan. Namun sayangnya, karena tidak dilengkapi dengan tenaga kerja terampil, banyak pengusaha yang gagal melaksanakan pekerjaannya.
"Jumlah tenaga kerja muda kita kalau dilihat usia kerja itu 16 hingga 30 persen. Tetapi, kalau kita melihat dari kemampuan atau keterampilannya, menurut data 76% adalah SMA ke bawah. Jumlah tenaga kerja kita yang keluar negeri itu 9 juta orang, 32% tenaga kerja menjadi pembantu, tenaga konstruksi 18%, artinya tenaga kerja kita harus diperkuat dengan keterampilan," kata Syarif dalam forum dialog Hipmi di GranMelia, Jakarta, Jumat (11/5/2018).
Di kesempatan tersebut, Syarif juga mengatakan kebijakan pemerintah sejak 2015 hingga 2019 menitikberatkan kepada infrastruktur. Ini terbukti nilai yang dialokasikan untuk APBN jauh lebih meningkat dari tahun 2014 yaitu kurang lebih sebesar Rp150 triliun.
"Kemudian, di tahun 2016 naik Rp100 miliar menjadi Rp250 triliun itu terus berkembang dan tahun lalu sudah Rp390 triliun dan tahun ini kurang lebih Rp400 triliun. Itu infrastruktur secara keseluruhan, baik ditangani Kementerian PUPR maupun Kementerian lainnya," ungkapnya.
Ia menambahkan, jumlah BUJK di Indonesia kini kurang lebih mencapai 127.000. Kemudian, paket di dalam Kementerian PUPR sendiri mencapai 11.000.
"Dan BUJK ini lebih besar yang kecilnya. Kalau yang besar itu kurang lebih 1%, kemudian yang menengah itu 15%, dan 84% adalah pengusaha atau klasifikasi kecil sehingga setiap porsinya harusnya berimbang. Tetapi bagaimanapun juga setiap dibuat proporsi itu tetap saja ada BUJK yang tidak bekerja," terangnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Dina Kusumaningrum
Editor: Fauziah Nurul Hidayah