Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Biar Humas Tak Jadi Tukang Pelintir Isu di Tengah Panasnya Situasi Politik

Biar Humas Tak Jadi Tukang Pelintir Isu di Tengah Panasnya Situasi Politik Kredit Foto: Antara/Seno
Warta Ekonomi, Jakarta -

Situasi politik yang semakin memanas membuat masyarakat menjadi sensitif. Lalu bagaimana cara para praktisi kehumasan dapat menyampaikan pesan yang dapat diterima dengan baik kepada masyarakat dan stakeholders-nya? 

Karo Multimedia Divisi Humas Polri, Rikwanto, menyampaikan bahwa semua humas memiliki motif komunikasi, begitu juga dengan tokoh-tokoh politik dan oknum-oknum yang menyebarkan hoaks. Di era media sosial ini, komunikasi mengarah pada motif propaganda dan hoaks menjadi salah satu alat propaganda politik.

"Penyebar hoaks ada bermacam-macam, ada yang agresif dan juga soft. Terdapat industri capital hoaks, mulai dari pabrik hoaks – makelar hoaks – followerlike & share dan dari semua tahap itu di-design untuk sebuah kepentingan atau menyebar kebencian," kata Rikwanto dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Sabtu (14/7/2018).

Oleh karena itu, menurutnya, humas perlu kode etik profesi untuk menghadapi era kedepan agar tidak banyak praktisi kehumasan yang menjadi spin doctor / tukang pelintir isu yang dapat berpotensi menciptakan fake news atau hoax. 

Sementara itu, Managing Director of Nexus Risk Mitigation and Strategic Communications, Firsan Nova, menyampaikan, ke depan akan dibutuhkan stakeholder engagement dan conflict solve. Sementara etika Humas dan realitas biasanya saling tumpang tindih. Menjalani kerja atas kepentingan atau mengutamakan etika profesi selalu menjadi perdebatan dalam hati nurani.

"Yang terpenting tugas kita adalah melindungi klien kita dan merespons isu atau hoax. Pada tahun politik banyak yang menjadi tukang stampel atau menyerang kita dengan label negatif. Fokus pada publik interest menjadi kunci keberhasilan dalam menangani isu," imbuh Firsan.

Pemimpin Redaksi Majalah Tempo, Arif Zulkifli, menuturkan calon presiden dan calon wakil presiden akan menjadi topik pembuka dalam tahun politik. Terdapat kejutan dalam pilkada yaitu terdapat beberapa kandidat yang meraih suara signifikan lebih tinggi dari hasil survei sebelumnya.

"Oleh karena itu, semua golongan masyarakat harus menangani issue yang sudah terlanjur dipercaya publik, harus mengubah perspektif negatif publik. Sementara terdapat problem logistik dalam oposisi," imbuh Arif.

Menurut Arif, hoaks ataupun pemberitaan terjadi karna fanatisme elektoral tergantung sudut pandang masing-masing. Menurutnya, humas harus memegang prinsip dasar kejujuran dan harus berkampanye demi kebaikan bersama. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ratih Rahayu
Editor: Ratih Rahayu

Bagikan Artikel: