Rupiah memasuki pekan perdagangan dengan agak terguncang di saat investor mengevaluasi negosiasi dagang antara China dan Uni Eropa. Perkembangan perdagangan global tetap menjadi topik utama di pasar yang memengaruhi sentimen risiko sehingga rupiah dan banyak mata uang pasar berkembang lainnya rentan mengalami kejutan negatif.
Chief Market Strategist FXTM, Hussein Sayed, menuturkan, walaupun dolar yang agak melemah dapat mengangkat rupiah di jangka pendek, ekspektasi kenaikan suku bunga AS mungkin akan membatasi peningkatan. Dari sisi positifnya, neraca perdagangan Indonesia kembali surplus di bulan Juni setelah defisit di bulan Mei.
"Walau begitu, pertumbuhan ekspor di bawah ekspektasi di 11,47% sedangkan impor mengecewakan karena meningkat 12,66% dibandingkan estimasi pasar 31,31%," tutur Hussein dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa (17/7/2018).
Perhatian akan tertuju pada data pertumbuhan kredit Indonesia bulan Juni yang dijadwalkan untuk diumumkan pada hari Selasa. Data pertumbuhan kredit yang positif dapat meningkatkan optimisme terhadap ekonomi Indonesia dan mendukung kurs rupiah.
Apakah selera risiko akan berlanjut pekan ini?
S&P 500 naik 1.5% pekan lalu untuk dua pekan berturut-turut. Ini menggambarkan kembalinya selera risiko dan mengesampingkan isu perang dagang. Indeks saat ini naik 4,8% YTD (sejak awal tahun) dan berada di atas level penting 2800. Keberlanjutan reli saham pekan ini akan dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk penghasilan, politik, dan kebijakan moneter.
Sejauh ini, penghasilan sejumlah bank besar AS tercatat bervariasi. Saham J.P. Morgan Chase, Citigroup, dan Wells Fargo merosot setelah melaporkan hasil di hari Jumat. Walau demikian, dari 5% perusahaan yang mengumumkan hasil aktual, 89% perusahaan S&P 500 berhasil melampaui ekspektasi EPS sehingga terdengar menggembirakan.
Menurut Hussein, investor sebaiknya tidak hanya berfokus pada data Q2 namun juga mencari isyarat mengenai beberapa kuartal mendatang, terutama karena apresiasi dolar dan isu dagang mungkin mulai berdampak negatif pada proyeksi.
Pekan lalu, AS mengajukan proposal tarif baru sebesar US$200 miliar terhadap barang dari China. Sementara ini, China belum menanggapi ancaman baru yang sepertinya akan menjadi berita utama yang menarik perhatian dunia.
"Kita juga perlu memperhatikan apakah pertemuan hari ini antara Uni Eropa dan China akan menciptakan koalisi yang lebih erat antara dua kekuatan ekonomi besar ini karena kedua pihak sama-sama menghadapi tantangan dalam pemerintahan Trump" urai Hussein.
Pertemuan antara Trump dan Putin juga akan menarik perhatian hari ini, terutama setelah 12 agen Rusia didakwa dalam Investigasi Mueller. Pertemuan ini juga berlangsung setelah Trump bersitegang dengan NATO pekan lalu di Brussels mengenai kebijakan belanja militer mereka.
"Kita sulit menduga hasil dari rapat ini, namun sekutu Eropa AS saat ini jelas khawatir," imbuh Hussein.
Investor dan trader akan sangat memperhatikan testimoni tengah tahun Ketua Dewan Gubernur Fed Jerome Powell di hadapan Kongres pada hari Selasa. Walaupun Powell kemungkinan akan tetap optimis terhadap prospek pertumbuhan ekonomi AS, ia tetap harus membahas bagaimana reaksi Fed apabila ketegangan dagang semakin memburuk dalam beberapa bulan mendatang.
"Isyarat bahwa kenaikan suku bunga diperlambat akan membuat dolar melemah," tandas Hussein.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ratih Rahayu
Editor: Ratih Rahayu
Tag Terkait: