Biasanya, pondok pesantren menjadi tempat mengenyam pendidikan agama yang dilengkapi dengan fasilitas pendidikan formal. Aktivitas santri sepanjang waktu pun hanyalah untuk mengkaji ilmu agama. Namun, berbeda dengan pondok pesantren (ponpes) yang berlokasi di Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Pesantren tersebut bernama Al Ittifaq yang ternyata sukses mencetak santrinya menjadi seorang wirausahawan.
Dengan memanfaatkan potensi alam yang ada di sekitar pesantren, yaitu wilayah pegunungan berhawa sejuk, ponpes yang dipimpin KH Fuad Affandi tersebut, membina para santrinya yang mayoritas dari golongan ekonomi rendah, fakir miskin dan anak yatim piatu tidak hanya dengan ilmu agama, namun juga dengan kemampuan usaha, terutama di sektor pertanian atau agribisnis.
Sejak didirikan pada 1 Februari 1934 oleh KH Mansyur yang adalah kakek dari KH Fuad, ponpes Al Ittiqaf hanya menerapkan sistem pendidikan pesantren yang dipadati oleh kegiatan mengkaji ilmu agama, tanpa mementingkan urusan ekonomi. Di tangan KH Fuad, ponpes dikelola dengan lebih modern. Karena menampung santri dalam jumlah banyak, tentu membutuhkan biaya pendidikan dan operasional yang tidak sedikit.
"Di muka bumi ini tak ada pekerjaan yang paling mudah selain bertani, karena tak membutuhkan syarat-syarat khusus dan siapapun boleh melakukannya. Kenapa ini disia-siakan," ujar KH Fuad saat menerima kunjungan Asisten Deputi Pengembangan Investasi Usaha Kementerian Koperasi dan UKM Sriliasti ke Pondok Pesantren Al Ittifaq, Jumat (3/8/2018).
Perlahan kegiatan usaha pertanian yang dirintisnya bersama para santri pun mulai berjalan dengan memproduksi sayuran dataran tinggi. Adapun jumlah komoditas yang diproduksi sekitar 25 jenis sayuran antara lain buncis, kentang, daun bawang, tomat, cabe hijau, paprika, sawi putih, lobak, seledri, kacang merah, wortel, jagung semi, golden berry (ciplukan), selada, kubis, dan lain sebagainya.
Berjalannya waktu, usaha pertanian ponpes Al Ittifaq pun membuahkan hasil, bahkan mampu menjadi tulang punggung kegiatan pesantren. Namun untuk menembus pasar yang lebih luas, usaha pertanian KH Fuad merasa perlu untuk membentuk koperasi. "Sebesar apapun perusahaan, kalau pribadi atau jalan sendiri, jangan mengharapkan untuk jalan. Menawarkan produk ke modern market juga tidak dapat atas nama perorangan, melainkan harus atas nama lembaga atau koperasi," kata KH Fuad.
Dengan membentuk koperasi yang kini sudah beranggotakan 1.075 orang, ponpes Al Ittifaq pun mampu memasok sayuran ke pasar-pasar modern hingga pasar ekspor. Kini, dengan lahan seluas 130 hektar, 270 petani yang merupakan alumni dari ponpes Al Ittifaq mampu memproduksi dan memasok sayuran ke pasar-pasar modern hingga 2 ton setiap harinya.
Meski tidak terlalu besar, dengan omzet Rp450 juta per bulan, anggota koperasi dapat menerima SHU sebesar Rp5 juta sampai Rp10 juta per tahun. Sebagian anggota yang merupakan masyarakat sekitar mengaku tidak mengharapkan pendapatan pribadi yang besar dari koperasi pondok pesantren (Koppontren) Al Ittifaq. Mereka menyadari bahwa penghasilan koperasi adalah untuk kebutuhan operasional pesantren seperti biaya pendidikan dan makan sehari-hari para santri.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ning Rahayu
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: